Kamis, 29 November 2012

Makalah Pembaharuan Agraria


TUGAS
PEMBAHARUAN UUPA
Pembaharuan Agraria Nasional (PAN) Dengan Program Sertifikasi Tanah Melalui PRONA Guna Menyukseskan Tertib Administrasi Pertanahan di Kabupaten Pemalang










Disusun Oleh:
Ogi Pratama
14010211060004


JURUSAN PERTANAHAN FAKULTAS FISIP
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2011
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Tanah mempunyai arti penting bagi kehidupan bangsa Indonesia. Hal ini dikarenakan bahwa Negara Indonesia merupakan negara agraris, sehingga setiap kegiatan yang dilakukan oleh sebagian besar rakyat Indonesia senantiasa membutuhkan dan melibatkan soal tanah. Bahkan pada sebagian masyarakat, tanah dianggap sebagai sesuatu yang sakral, karena di sana terdapat simbol status sosial yang dimilikinya. Pembangunan yang dilaksanakan oleh Negara Indonesia saat ini dihadapkan pada masalah penyediaan tanah. Tanah dibutuhkan oleh banyak orang sedangkan jumlahnya tidak bertambah atau tetap, sehingga tanah yang tersedia tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan yang terus meningkat terutama kebutuhan akan tanah untuk membangun perumahan sebagai tempat tinggal, untuk pertanian, serta untuk membangun berbagai fasilitas umum dalam rangka memenuhi tuntutan terhadap kemajuan di berbagai bidang kehidupan. Mengingat arti pentingnya tanah bagi kelangsungan hidup masyarakat maka diperlukan pengaturan yang lengkap dalam hal penggunaan, pemanfaatan, pemilikan dan perbuatan hukum yang berkaitan dengan hal tersebut. Semua ini bertujuan untuk menghindari terjadinya persengketaan tanah baik yang menyangkut pemilikan maupun perbuatan-perbuatan hukum yang dilakukan oleh pemiliknya. Maka tanggal 24 September 1960 telah diterbitkan suatu kebijakan hukum yang mengatur bidang pertanahan sebagai landasan yuridis dalam menyelesaikan masalah-masalah bidang pertanahan, yaitu dikeluarkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria yang kemudian disebut dengan UUPA. Untuk memperoleh kepastian hukum dan kepastian akan hak atas tanah UUPA telah meletakkan kewajiban kepada Pemerintah untuk melaksanakan pendaftaran tanah yang ada di seluruh Indonesia, disamping bagi para pemegang hak untuk mendaftarkan hak atas tanah yang ada padanya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Jaminan kepastian hukum ini tercantum dalam ketentuan Pasal 19 ayat (1) UUPA, yang berbunyi :
“Untuk menjamin kepastian hukum hak dan tanah oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah”. Ketetapan di atas mengandung pengertian bahwa hal-hal yang menyangkut kepemilikan, penguasaan, dan penggunaan tanah harus di ikuti dengan kegiatan pendaftaran tanah baik yang dimiliki oleh masyarakat maupun oleh Badan Hukum ke Kantor Pertanahan guna mendapatkan kepastian hukum hak atas tanah yang dikuasainya atau yang dimilikinya. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang saat ini mencapai sekitar 225 juta jiwa, namun jumlah rakyat miskin masih cukup besar. Sebagian besar diantaranya adalah pekerja atau petani rajin dan produktif namun tetap miskin karena mengolah tanah dengan luasan yang tidak mencapai skala ekonomis atau hanya menggarap tanah milik orang lain. Untuk itu pemerintah perlu mengatur struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T) agar dapat mewujudkan “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” (sebagaimana diamanatkan pada Sila Kelima Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945) dan mewujudkan “sebesar-besar kemakmuran rakyat” (seperti yang diamanatkan dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 1945). Nilai-nilai dasar ini mensyaratkan dipenuhinya hak rakyat untuk dapat mengakses berbagai sumber kemakmuran, terutama tanah. Dengan terbukanya akses rakyat terhadap tanah dan dengan kuatnya hak rakyat atas tanah, maka kesempatan rakyat untuk memperbaiki sendiri kesejahteraan sosial-ekonominya akan semakin besar. Martabat sosialnya akan meningkat. Hak-hak dasarnya akan terpenuhi. Rasa keadilan rakyat sebagai warganegara akan tercukupi. Harmoni sosial akan tercipta. Kesemuanya ini akan menjamin keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Indonesia.  Guna mewujudkan hal tersebut perlu adanya Reforma agraria (Agrarian Reform). Untuk itu Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY) mencanangkan Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) atau program Reforma Agraria. Dalam Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) ini lebih ditumpukan kepada dua hal yaitu : (1) redistribusi lahan secara terbatas, dan (2) sertipikasi tanah. Langkah itu dilakukan dengan mengalokasikan tanah bagi rakyat termiskin yang berasal dari hutan konversi, dan tanah lain yang menurut hukum pertanahan kita boleh diperuntukkan bagi kepentingan rakyat.  Dalam konteks program sertipikasi tanah, menurut Lutfi Nasution, Kepala BPN periode yang lalu, “dari sekitar 85 juta bidang tanah di seluruh Indonesia, baru 25 juta bidang yang sudah disertipikasi atau sekitar 32%-nya”. Hal ini menjadi suatu pekerjaan rumah bagi Badan Pertanahan Nasional sebagai penanggungjawab pelaksanaan program tersebut. Oleh karena itu program sertipikasi tanah dijadikan sebagai salah satu agenda kebijakan oleh Badan Pertanahan Nasional yaitu berupa peningkatan pelayanan dan pelaksanaan pendaftaran tanah serta sertipikasi tanah secara menyeluruh diseluruh Indonesia dan penyelenggaraan penguatan hak, mencakup berbagai kegiatan yang dibutuhkan untuk penguatan hak atas tanah sampai dengan diterbitkannya sertipikat tanah. Agar agenda kebijakan dapat diwujudkan dan dapat mencapai sasaran maka Badan Pertanahan Nasional melaksanakan percepatan pendaftaran tanah dan penguatan hak atas tanah melalui program sertipikasi tanah dengan biaya murah, bebas pajak/ BPHTB serta melalui program Proyek Nasional Agraria (yang selanjutnya disebut PRONA), dengan tetap mendorong, menyediakan fasilitas serta infrastruktur bagi inisiatif, swadaya dan partisipasi masyarakat. Di Kabupaten Pemalang masih banyak terdapat tanah-tanah yang belum didaftarkan dan belum bersertipikat, maka Pemerintah melakukan kebijakan dengan memberikan fasilitas dan kemudahan kepada pemegang hak atas tanah berupa keringanan dalam pembiayaan dan mempercepat proses penyelesaian sertipikat dengan pendaftaran tanah melalui PRONA. Pelaksanaan Program Pembaruan Agraria Nasional melalui PRONA disamping untuk memberikan jaminan kepastian hukum bagi pemiliknya dan membantu masyarakat golongan ekonomi lemah untuk mensertipikatkan tanahnya juga untuk mencegah dan menyelesaikan masalah kasus-kasus tanah yang berupa sengketa yang bersifat strategis. Adapun tujuan PRONA adalah untuk menumbuhkan kesadaran hukum masyarakat dalam bidang pertanahan sebagai usaha untuk berpartisipasi dalam menciptakan stabilitas sosialpolitik serta pembangunan di bidang ekonomi. Melalui PRONA inilah diharapkan masyarakat golongan ekonomi lemah ini dapat mensertipikatkan tanah yang dimilikinya dengan biaya murah diperoleh dari subsidi pemerintah. Pelaksanaan Pembaruan Agraria Nasional dengan program sertipikasi tanah melalui PRONA di Kabupaten Pemalang dilaksanakan pada tahun 2007 dan pelaksanaan tersebut bertujuan untuk Tertib Hukum Pertanahan, Tertib Administrasi Pertanahan, Tertib Penggunaan Tanah dan Tertib Pemeliharaan Tanah dan Lingkungan Hidup, dengan alasan bahwa :
1. Banyaknya masyarakat yang belum mempunyai sertipikat tanah.
2. Banyak masyarakat yang keadaan ekonominya lemah, sehingga tidak mampu untuk
mensertipikatkan tanahnya secara perorangan yang relatif mahal.
3. Untuk menyukseskan Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN).
Kabupaten Pemalang sebagai salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang sedang melaksanakan PPAN dengan program sertipikasi tanah melalui PRONA, dikarenakan masih banyaknya tanah yang belum bersertipikat dan masyarakatnya masih termasuk masyarakat golongan ekonomi lemah. Selain itu juga untuk menyukseskan Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) yang diselenggarakan oleh Pemerintah. Dari data yang ada di Kantor Pertanahan Pemalang tanah yang menjadi obyek Program Pembaruan Agraria Nasional dengan program sertipikasi tanah melalui PRONA pada tahun anggaran 2007 dilaksanakan PRONA dengan target kurang lebih 1000 sertipikat. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang pelaksanaan PPAN di Kabupaten Pemalang dengan program percepatan sertipikasi melalui PRONA, bagaimana hasilnya, kendalakendala apa yang terjadi, bagaimana keberhasilan yang dicapai, akan penulis angkat sebagai penelitian dalam rangka penyusunan tesis yang berjudul : Pembaruan Agraria Nasional (PAN) Dengan Program Sertipikasi Tanah Melalui PRONA Guna Menyukseskan Tertib Administrasi Pertanahan”.



II. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka permasalahan dalam makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pelaksanaan PPAN dengan program sertipikasi tanah melalui PRONA di Kabupaten Pemalang ?
2. Hambatan-hambatan apa sajakah yang timbul dalam pelaksanaan program sertipikasi tanah melalui PRONA di Kabupaten Pemalang ?
3. Bagaimana kesadaran dan minat masyarakat dalam hal adanya PPAN dengan program sertipikasi tanah melalui PRONA di Kabupaten Pemalang?


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Tinjauan Umum Mengenai Pendaftaran Tanah
   A. Pengertian Pendaftaran Tanah
Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuansatuan rumah susun, termasuk pemberian sertipikat sebagai surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada hak tertentu yang membebaninya. Menurut AP Parlindungan3, Pendaftaran berasal dari kata Cadaster (bahasa Belanda kadaster) yaitu istilah untuk record (rekaman), menunjukkan tentang luas, nilai dan kepemilikan atau lain – lain alas hak terhadap suatu bidang tanah. Selain itu, pendaftaran berasal dari bahasa latin “Capilastrum” yang berarti suatu register atau unit yang diperbuat untuk pajak tanah Romawi. Dalam artian yang tegas Cadaster adalah rekord (rekaman daripada lahan – lahan, nilai dari pada tanah dan pemegang haknya dan untuk kepentingan hukum lainnya). UUPA memberi pengertian pendaftaran tanah diatur dalam Pasal 19 ayat (2) yaitu rangkaian kegiatan yang meliputi :
1. Pengukuran, pemetaan, dan pembukuan tanah.
2. Pendaftaran hak atas tanah dan peralihan hak tersebut.
3. Pembuktian surat – surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktiaan yang kuat. Kegiatan yang berupa pengukuran, pemetaan, dan pembukuan tanah akan menghasilkan pula peta-peta pendaftaran tanah dan surat ukur. Di dalam peta pendaftaran tanah dan surat ukur akan diperoleh keterangan tentang letak, luas, dan batas-batas tanah yang bersangkutan, sedangkan kegiatan yang berupa pendaftaran hak atas tanah dan peralihan hak tersebut akan diperoleh keterangan-keterangan tentang status tanahnya, beban-beban apa yang ada diatasnya, dan subyek dari haknya. Kegiatan terakhir dari pendaftaran tanah adalah pemberian surat bukti atas tanah yang lazim disebut dengan sertipikat. Sedangkan pengertian pendaftaran tanah menurut Pasal 1 angka 1 PP No. 24 Tahun 1997 adalah :
“Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus – menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang – bidang tanah dan satuan – satuan rumah susun termasuk pemberian surat bukti haknya bagi bidang – bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak – hak tertentu yang membebani. ” Kegiatan yang berupa pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan serta penyajian akan menghasilkan peta – peta pendaftaran tanah yang berguna untuk memastikan berapa luas, letak, batas tanah yang dikehendaki sehingga di sini akan diperoleh data fisik dan data yuridis dari tanah yang didaftarkan tersebut. Boedi Harsono memberikan definisi pendaftaran tanah sebagai :
Serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Negara atau Pemerintah secara terus menerus dan teratur, berupa pengumpulan keterangan atau data tertentu yang ada di wilayah – wilayah tertentu, pengolahan, penyimpanan dan penyajiannya bagi kepentingan rakyat, dalam memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan, termasuk penerbitan tanda bukti dan pemeliharaannya. Dari definisi – definisi yang dikemukakan di atas, apabila diperinci maka pendaftaran tanah itu mengandung unsur – unsur sebagai berikut :
1.Dilakukan secara terus – menerus Terus – menerus dimaksudkan apabila sekali tanah itu didaftarkan maka setiap terjadi perubahan atas tanah maupun subyeknya harus diikuti dengan pendaftaran tanah. Boedi Harsono berpendapat bahwa kata “ terus – menerus ” menunjuk kepada pelaksanaan kegiatan, yang sekali dimulai tidak akan ada akhirnya. Data yang sudah terkumpul dan tersedia selalu harusdisesuaikan dengan perubahan – perubahan yang kemudian, hingga tetap sesuai dengan keadaan yang terakhir.
2.Pengumpulan Data Tanah Data yang dikumpulkan pada dasarnya meliputi 2 macam, yaitu :
a. Data fisik, yaitu data mengenai letak tanahnya, batas – batas tanahnya dan luasnya berapa serta, bangunan dan tanaman yang ada diatasnya.
b. Data yuridis, yaitu mengenai nama hak atas tanah, siapa pemegang hak tersebut, serta peralihan dan pembebanannya jika ada.
3.Tujuan Tertentu Pendaftaran tanah diadakan untuk menjamin kepastian hukum (legal cadastre) dan kepastian hak atas sebagaiman tercantum dalam ketentuan Pasal 19 UUPA. Hal tersebut berbeda dengan pendaftaran tanah sebelum UUPA, yang bertujuan untuk dasar penarikan pajak (fiskal cadastre).
4.Penerbitan alat bukti hak / sertipikat Sertipikat adalah surat tanda bukti hak, diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak yang bersangkutan, sesuai dengan data fisik yang ada dalam surat ukur dan data yuridis yang telah di daftar dalam buku tanah. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 sertipikat terdiri atas salinan buku tanah yang memuat data yuridis dan surat ukur yang memuat data fisik hak yang bersangkutan, yang dijilid menjadi satu dalam suatu sampul dokumen. Sertipikat hanya boleh diserahkan kepada pihak yang namanya tercantum dalam buku tanah yang bersangkutan sebagai pemegang hak atau pihak lain yang dikuasakan olehnya.


B. Dasar Hukum Pendaftaran Tanah
Undang – Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok–Pokok Agraria merupakan landasan bagi pembaharuan hukum agraria guna memberikan jaminan kepastian hukum bagi masyarakat, sehingga dapat dicegah sengketa tanah. Dasar hukum pendaftaran tanah diatur dalam Pasal 19 UUPA yang menyebutkan :
1. Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
2. Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi :
a. Pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah.
b. Pendaftaran hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut
c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
3. Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial, ekonomi, serta kemungkinan penyelenggaraannya menurut pertimbangan Menteri Agraria.
4. Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran termasuk dalam ayat (1) di atas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.

  

E. Sistem Pendaftaran Tanah
Ada dua macam sistem pendaftaran tanah, yaitu sistem pendaftaran akta (registration of deeds) dan sistem pendaftaran hak (registration of titles). Lebih jauh Boedi Harsono merumuskan sebagai berikut :
1.Sistem Pendaftaran Akta Dalam sistem pendaftaran akta, akta-akta itulah yang di daftar oleh Pejabat Pendaftaran Tanah (PPT). Dalam sistem pendaftaran akta PPT bersifat pasif. Ia tidak melakukan pengujian kebenaran data yang di sebut dalam akta yang di daftar. Tiap kali terjadi perubahan wajib dibuatkan akta sebagai bukti. Maka dalam sistem ini data yuridis yang diperlukan harus di cari dalam akta-akta yang bersangkutan. Untuk mencari data yuridis harus dilakukan apa yang disebut “title search” yang bisa memakan waktu dan biaya, karena untuk title search diperlukan bantuan ahli.
2. Sistem Pendaftaran Hak Berbeda dengan sistem pendaftaran akta, dalam sistem pendaftaran hak setiap penciptaan hak baru dan perbuatan-perbuatan hukum yang menimbulkan perubahan kemudian, juga harus di buktikan dengan suatu akta. Tetapi dalam penyelenggaraan pendaftarannya, bukan akta yang didaftar, melainkan haknya yang di ciptakan dan perubahan-perubahannya kemudian. Akta merupakan sumber datanya. Akta pemberian hak berfungsi sebagai sumber data yuridis untuk mendaftar hak yang di berikan dalam buku tanah. Akta pemindahan dan pembebanan hak berfungsi sebagai sumber data untuk mendaftar perubahan-perubahan pada haknya dalam buku tanah hak yang bersangkutan. Jika terjadi perubahan, tidak di buatkan buku baru, melainkan dilakukan pencatatannya pada ruang mutasi yang disediakan pada buku tanah yang bersangkutan.


III. Tinjauan Tentang Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN)
A. Pengertian dan Tujuan Program Pembaruan Agraria Nasional Dalam rangka mewujudkan tanah untuk keadilan dan kesejahteraan politik, arah dan kebijakan pertanahan didasarkan pada empat prinsip :
1) Pertanahan harus berkontribusi secara nyata untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan melahirkan sumber-sumber baru kemakmuran rakyat
2) Pertanahan harus berkontribusi secara nyata untuk meningkatkan tatanan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan dalam kaitannya dengan pemanfaatan, penggunaan, penguasaan, dan pemilikan tanah
3) Pertanahan harus berkontribusi secara nyata dalam menjamin keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Indonesia dengan memberikan akses seluas-luasnya pada generasi akan datang pada sumber-sumber ekonomi masyarakat tanah
4) Pertanahan harus berkontribusi secara nyata dalam menciptakan tatanan kehidupan bersama secara harmonis dengan mengatasi berbagai sengketa dan konflik pertanahan di seluruh tanah air dan menata sistem pemgelolaan yang tidak lagi melahirkan sengketa dan konflik di kemudian hari. Berlandaskan empat prinsip pengelolaan pertanahan tersebut, Pemerintah melalui Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia telah merumuskan 11 Agenda Prioritas yaitu
1) Membangun kepercayaan masyarakat pada Badan Pertanahan Nasional RI
2) Meningkatkan pelayanan dan pelaksanaan pendaftaran tanah serta sertipikasi tanah
secara menyeluruh di seluruh Indonesia
3) Memastikan penguatan hak-hak rakyat atas tanah
4) Menyelesaikan persoalan pertanahan di daerah-daerah korban bencana alam dan daerah-daerah konflik di seluruh tanah air
5) Menangani dan menyelesaikan perkara, masalah, sengketa dan konflik pertanahan secara sistematis
6) Membangun sistem Informasi Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS) dan sistem pengamanan dokumen pertanahan di seluruh Indonesia
7) Menangani masalah KKN serta meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan
masyarakat
8) Membangun basis data penguasaan dan pemilikan tanah berskala besar
9) Melaksanakan secara konsisten semua peraturan perundang-undangan pertanahan yang telah ditetapkan
10) Menata kelembagaan Badan Pertanahan Nasional RI
11) Mengembangkan dan memperbaharui politik, hukum dan kebijakan pertanahan (Reforma Agraria).
Pembaruan Agraria atau adakalanya disebut dengan “reforma agraria” diartikan secara beragam oleh beragam orang, profesi atau kelompok dan dipahami secara berbedabeda pula. Tetapi, dari semua ragam pemahaman ini, ada benang merah yang dapat menghubungkan semuanya yaitu bahwa reforma agraria dimaknai sebagai penataan atas penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah (P4T) atau sumber-sumber agraria menuju suatu struktur P4T yang berkeadilan dengan langsung mengatasi pokok persoalannya. Untuk lebih mempermudah pemahaman reforma agraria, Joyo Winoto mendefinisikan reforma agraria sebagai Land Reform plus, artinya reforma agraria adalah landreform dalam rangka mandat konstitusi, politik dan Undang-undang untuk mewujudkan keadilan dalam P4T ditambah dengan Access Reform.  Salah satu agenda dalam reforma agraria adalah penguatan hak kepada rakyat. Penguatan hak dapat dilakukan dengan kemudahan untuk memperoleh sertipikat bagi rakyat melalui program sertipikasi massal (PRONA, SMS, Ajudikasi).


III. Pelaksanaan Program Sertipikasi Tanah melalui PRONA di Kabupaten Pemalang
Pensertipikatan tanah melalui PRONA merupakan salah satu kegiatan pembangunan pertanahan yang mendapat tanggapan positif dari masyarakat. Pasal 19 UUPA menetapkan bahwa untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut BPN-RI yang berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional, ditugaskan untuk melaksanakan tugas pemerintahan di bidan pertanahan, antara lain melanjutkan penyelenggaraan percepatan pendaftaran tanah sesuai dengan amanat Pasal 19 tersebut, terutama bagi golongan ekonomi lemah sampai menengah melalui kegiatan PRONA yang sudah dilaksanakan sejak tahun 1981. Pelaksanaan pensertipikatan tanah melalui PRONA dengan syarat-syarat permohonan sebagai berikut :
1. Permohonan konversi / pengakuan hak
2. Kutipan / fotokopi C desa yang bersangkutan
3. Bukti pemilikan / perolehan hak atas tanah yang bersangkutan
4. Keterangan Lurah tentang riwayat kepemilikan tanah dan tidak sengketa
5. Pernyataan diri dari pemohon
6. Identitas pemohon / KTP atau KK
7. Bukti pelunasan pembayaran SPPT
8. Keterangan ahli waris apabila pemohon adalah ahli waris

Tahapan pelaksanaan PRONA di Kabupaten Pemalang dapat diuraikan sebagai berikut :
A. Penetapan lokasi
Lokasi yang ditetapkan sebagai pelaksanaan PRONA diarahkan pada Desa / Kelurahan yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Kondisi daerah :
a. daerah miskin / tertinggal
b. daerah pertanian subur atau berkembang
c. daerah penyangga kota, pinggiran kota atau daerah miskin kota
d. daerah pengembangan ekonomi kota
2. Fasilitas yang tersedia
Untuk ditetapkan sebagai lokasi kegiatan PRONA dapat diarahkan pada Desa / Kelurahan dengan fasilitas sebagai berikut :
a. telah tersedia infrastruktur pendaftaran tanah, titik dasar teknik dan peta dasar pendaftaran.
b. telah terdapat SK Redistribusi.
c. telah tersedia Peta Penatagunaan Tanah.
d. telah tersedia Peta Pengukuran dan Pendaftaran Tanah / Peta Garis hasil fotogrametri.
e. telah tersedia SK Hak Tanah, maupun
f. belum tersedia sarana pertanahan (belum ada peta pendaftaran tanah, SKRedistribusi, SK Hak).
IV. Hambatan-hambatan dalam Pelaksanaan PRONA
Dalam pelaksanaan Pembaruan Agraria Nasional dengan program sertipikasi tanah melalui PRONA di Kabupaten Pemalang telah dilakukan upaya atau usaha-usaha agar dalam pelaksanaannya dapat berjalan lancar, namun masih dijumpai adanya beberapa hambatan, meskipun dapat diatasi. Hambatan tersebut antara lain :
a. Hambatan dari masyarakat / peserta PRONA
1. Tanah tidak dipasangi patok, sehingga batas tanahnya tidak jelas, hal ini di atasi dengan pemasangan patok disaksikan tetangga batasnya.
2. Tidak bisa hadir pada waktu pengukuran bidang tanah, hal ini di atasi dengan diusahakan pengukuran lain waktu segera mungkin.
3. Pemilik tanah sudah tidak mengetahui asal muasal atau riwayat tanah karena diperoleh melalui jual beli dibawah tangan, hal ini di atasi dengan kerjasama dengan sesepuh desa.
4. Luas tanah tidak sesuai dengan luas yang tertera pada bukti-bukti kepemilikan Letter C, hal ini di atasi dengan dibuatkan surat pernyataan luas.
b. Hambatan yang dirasakan Kantor Pertanahan
1. Bukti perolehan yang dimiliki pemohon tidak lengkap, bahkan tidak ada seperti kwitansi, dll.
2. Kurang cepat melengkapi kekurangan berkasnya, misalnya surat keterangan waris, surat pernyataan menjual dari penjual.
3. Masih banyak dijumpai surat pajak (SPPT – PBB) induk yang belum di pecah.

V. Tingkat Kesadaran Hukum dan Minat Masyarakat dalam Pelaksanaan Pembaruan Agraria
Agraria Nasional dengan program Sertipikasi Tanah melalui PRONA di Kabupaten Pemalang Kesadaran hukum merupakan konsep abstrak dari diri manusia tentang keserasian antara ketertiban dan ketentraman yang sepantasnya. Dengan kata lain untuk mencapai sebuah keserasian antara ketertiban dan keserasian maka harus ada kesadaran untuk bertindak sesuai dengan aturan dan ketentuan yang dianggap benar menurut aturan Negara (hukum). Kesadaran hukum bukanlah semata-mata sesuatu yang tumbuh secara spontan dalam hati sanubari masyarakat. Harus diakui bahwa peraturan hukum yang dikomunikasikan kepada masyarakat merupakan langkah awal dalam menumbuhkan kesadaran hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bagi masyarakat Kabupaten Pemalang, belum adanya penyelenggaraan sertipikasi tanah dalam kehidupan sehari-hari tidak menjadi suatu masalah. Dalam keseharian, warga mengetahui dengan baik tanah yang dimiliki sesama warga lainnya, yang pada umumnya merupakan tanah hak milik adat. Ada beberapa indikator yang dapat dipergunakan untuk mengukur tingkat kesadaran hukum masyarakat dalam pelaksanaan sertipikasi tanah melalui PRONA di Kabupaten Pemalang. Indikator yang dipakai untuk mengukur kesadaran hukum masyarakat, antara lain adalah :
1. Pengetahuan tentang kewajiban mendaftarkan tanah
2. Persepsi masyarakat tentang kepemilikan tanah
3. Keinginan responden untuk menyertipikatkan tanah



BAB V
PENUTUP
I. Kesimpulan
Pelaksanaan PPAN dengan program sertipikasi tanahmelalui PRONA di Kabupaten Pemalang dilaksanakan melalui tahapan penetapan lokasi, penyuluhan, pengukuran dan pemetaan, pengumpulan data yuridis, pengumuman, penetapan hak, pembukuan hak, penerbitan sertipikat, dan penyerahan sertipikat. Pelaksanaan sertipikasi tanah melalui PRONA dilaksanakan pada Tahun Anggaran 2007 di Kabupaten Pemalang telah memenuhi target yang telah ditentukan yaitu sebesar 1000 sertipikat., hal ini dikarenakan faktor-faktor sebagai berikut :
a) Adanya penyuluhan yang intensif yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan bantuan aparat desa / kelurahan dengan maksud untuk memberikan informasi dan pengetahuan tentang PRONAdan manfaatnya.
b) Adanya keinginan dari masyarakat sendiri untuk mensertipikatkan tanahnya, karena untuk pelaksanaan PRONA ini dibebaskan dari biaya untuk menyertipikatkan tanahnya oleh Kantor Pertanahan.









Artikel Terkait



Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More