Jumat, 21 Desember 2012

Mangrove



MANGROVE



DEFINISI MANGROVE

Hutan mangrove atau mangal adalah sejumlah komunitas tumbuhan pantai tropis dan sub-tropis yang didominasi oleh pohon dan semak tumbuhan bunga (Angiospermae) terestrial yang dapat menginvasi dan tumbuh di lingkungan air laut. Hutan mangrove disebut juga vloedbosh, hutan pasang surut, hutan payau, rawa-rawa payau atau hutan bakau. Istilah yang sering digunakan adalah hutan mangrove atau hutan bakau. Bakau sendiri merupakan nama pepohonan anggota genus Rhizophora. Istilah mangrove digunakan secara luas untuk menamai tumbuhan yang dapat beradaptasi dengan baik pada ekosistem hutan tropis dan subtropis pasang-surut, meliputi pantai dangkal, muara sungai, delta, rawa belakang dan laguna. Kata mangrove merupakan perpaduan bahasa Melayu manggimanggi dan bahasa Arab el-gurm menjadi mang-gurm, keduanya sama-sama berarti Avicennia (api-api), pelatinan nama Ibnu Sina, seorang dokter Arab yang banyak mengidentifikasi manfaat obat tumbuhan mangrove. Kata mangrove dapat ditujukan untuk menyebut spesies, tumbuhan, hutan atau komunitas.



ASAL USUL SPESIES MANGROVE

Para peneliti berteori bahwa spesies mangrove berasal dari kawasan Indo- Malaysia. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa kawasan nusantara merupakan pusat biodiversitas mangrove dunia. Spesies mangrove dapat terdispersal ke seluruh dunia karena propagul dan bijinya memiliki kekhasan dapat mengapung dan terbawa arus laut ke area yang luas dan jauh dari asalnya. Dari kawasan Indo-Malaysia, spesies mangrove tersebar ke arah barat hingga India dan Afrika Timur, serta ke arah timur hingga Amerika dan Afrika Barat. Penyebaran mangrove dari pantai barat Amerika ke laut Karibia melewati selat yang kini menjadi negara Panama. Pada jaman Cretaceous atas dan Miocene bawah, antara 66 s.d. 23 juta tahun yang lalu, tanah genting tersebut masih berupa laut terbuka. Selanjutnya propagul mangrove terbawa arus laut hingga pantai barat Afrika. Penyebaran ke arah timur diikuti penyebaran ke arah utara hingga Jepang dan ke arah selatan hingga Selandia Baru. Hal ini menjelaskan mengapa mangrove di Afrika Barat dan Amerika dikolonisasi oleh spesies yang sama dan keragamannya lebih rendah, karena harus melewati samudera Pasifik yang luas, sedangkan mangrove di Asia, India, dan Afrika Timur memiliki lebih banyak spesies, mengingat jaraknya yang lebih dekat dengan kepulauan nusantara (Indo-Malaysia).




DISTRIBUSI MANGROVE

Mangrove biasa ditemukan di sepanjang pantai daerah tropis dan subtropis, pada garis lintang di antara 25oLU dan 25oLS di seluruh dunia, meliputi pantai tropis Asia, Afrika, Australia dan Amerika. Sebagai perkecualian, mangrove ditemukan di selatan hingga Selandia Baru (38oLS) dan di utara hingga Jepang (32oLU). Faktor lingkungan setempat seperti aliran laut yang hangat, embun beku (frost), salinitas, gelombang laut dan lain-lain

mempengaruhi keberadaan mangrove dalam batas-batas garis lintang di atas. Kebanyakan negara tropis, pada masa lalu memiliki hutan mangrove.



KLASIFIKASI MANGROVE

Terdapat berbagai macam klasifikasi tumbuhan mangrove. Menurut Tomlinson (1986), mangrove meliputi 16-24 familia terdiri dari 54-75 spesies. Sedangkan menurut Field (1995), spesies mangrove sejati sekurangkurangnya terdiri dari 17 familia, meliputi sekitar 80 spesies, dimana 50-60 diantaranya memberi kontribusi nyata dalam pembentukan hutan mangrove. Penulis lain (AIMS, 2000) menyatakan di dunia terdapat 69 spesies tumbuhan mangrove tergolong dalam 20 familia. Pusat biodiversitas mangrove terletak di Asia Tenggara, khususnya Indonesia. Di kawasan ini ditemukan 2/3 spesies mangrove dunia. Sebagai pembanding di Amerika hanya ditemukan 10-12 spesies dan di Amerika Serikat hanya 4 spesies. Adapun di Afrika hanya ditemukan 15 spesies, meliputi pantai timur dan barat. Tumbuhan mangrove di Indonesia terdiri dari 47 spesies pohon, lima spesies semak, sembilan spesies herba dan rumput, 29 spesies epifit dan dua spesies parasit, serta beberapa spesies alga dan bryophyta. Kompilasi menunjukkan ekosistem mangrove Segara Anakan disusun oleh 64 spesies. Secara taksonomi tumbuhan mangrove diklasifikasikan sebagai berikut:

Nama umum: Mangrove

Seksi: Tumbuhan

Kerajaan: Plantae

Kelas: Magnoliopsida (Angiospermae)

Kerabat: Magnoliideae atau Liliideae



Ciri-ciri tumbuhan mangrove:

• Tumbuhan berpembuluh (vaskuler).

• Dapat menggunakan air garam sebagai sumber air; daun keras, tebal,

mengkilat, sukulen, memiliki jaringan penyimpan air dan garam

• Dapat mencegah masuknya sebagian besar garam ke dalam jaringan dan

dapat mengekskresi atau menyimpan kelebihan garam.

• Dapat menghasilkan biji yang berkecambah saat masih di pohon induk

(vivipar) dan dapat tumbuh dengan cepat setelah jatuh dari pohon, serta

dapat mengapung.

• Akar dapat tumbuh pada tanah anaerob.

• Memiliki struktur akar tertentu (pneumatofora) yang menyerap oksigen

pada saat surut dan mencegah kelebihan air pada saat pasang.



Tumbuhan mangrove berbentuk pohon dan semak dengan bentuk dan ukuran beragam. Semuanya termasuk dikotil kecuali Nypa fruticans. Mangrove mudah dikenali karena tumbuh pada area di antara rata-rata pasang dan pasang tertinggi, serta pembentukan akar yang sangat menyolok untuk menyokong dan mengait. Sebagian sistem akar terletak di atas tanah dan berfungsi untuk menyerap oksigen selama surut. Acrostichum merupakan satu-satunya pterydophyta terestrial mangrove.





KLASIFIKASI VEGETASI MANGROVE

Vegetasi mangrove dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok besar, yaitu: mangrove mayor, mangrove minor dan tumbuhan asosiasi (Tomlinson,1986). Mangrove mayor (true mangrove) memiliki sifat-sifat berikut:

• Sepenuhnya hidup pada ekosistem mangrove di kawasan pasang surut, di

antara rata ketinggian pasang perbani (pasang rata-rata) dan pasang

purnama (pasang tertinggi), serta tidak tumbuh di ekosistem lain;

• Memiliki peranan penting dalam membentuk struktur komunitas mangrove

dan dapat membentuk tegakan murni;

• Secara morfologi beradaptasi dengan lingkungan mangrove, misalnya

memiliki akar aerial dan embryo vivipar;

• Secara fisiologi beradaptasi dengan kondisi salin, sehingga dapat tumbuh

di laut, karena memiliki mekanisme untuk menyaring dan mengeluarkan

garam, misalnya melalui alat ekskresi;

• Secara taksonomi berbeda dengan kerabatnya yang tumbuh di darat,

setidak-tidaknya terpisah hingga tingkat genus. Antara lain: Avicennia, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Nypa fruticans, Rhizophora, dan Sonneratia.



Mangrove minor dibedakan oleh ketidakmampuannya untuk membentuk komponen utama vegetasi yang menyolok, jarang membentuk tegakan murni dan hanya menempati tepian habitat. Antara lain: Acrostichum, Aegiceras, Excoecaria agallocha, Heritiera littoralis, Osbornia octodonta, Pemphis acidula, Scyphiphora hydrophyllacea, dan Xylocarpus.

Mangrove/tumbuhan asosiasi adalah tumbuhan yang toleran terhadap salinitas, yang tidak ditemukan secara eksklusif di hutan mangrove dan hanya merupakan vegetasi transisi ke daratan atau lautan, namun mereka berinteraksi dengan true mangrove. Tumbuhan asosiasi adalah spesies yang berasosiasi dengan hutan pantai atau komunitas pantai dan disebarkan oleh arus laut. Tumbuhan ini tahan terhadap salinitas, seperti Terminalia, Hibiscus, Thespesia, Calophyllum, Ficus, Casuarina, beberapa polong, serta semak Aslepiadaceae dan Apocynaceae. Ke arah tepi laut tumbuh Ipomoea pescaprae, Sesuvium portucalastrum dan Salicornia arthrocnemum mengikat pasir pantai. Spesies seperti Porteresia (=Oryza) coarctata toleran terhadap berbagai tingkat salinitas. Ke arah darat terdapat kelapa (Cocos nucifera), sagu (Metroxylon sagu), Dalbergia, Pandanus, Hibiscus tiliaceus dan lain-lain. Komposisi dan struktur vegetasi hutan mangrove beragam, tergantung kondisi geofisik, geografi, geologi, hidrografi, biogeografi, iklim, tanah, dan kondisi lingkungan lainnya.



EKOSISTEM

Organisasi tertinggi di alam adalah ekosfer, diikuti bioma, ekosistem, dan komunitas. Ekosfer adalah gabungan semua makhluk hidup (biosfer) dan tidak hidup (atmosfer, hidrosfer dan littosfer). Bioma adalah beberapa ekosistem sama yang terletak pada kawasan geografi luas. Ekosistem adalah organisme yang secara mandiri mampu mengatur komunitas dan lingkungan non biotiknya. Komunitas adalah populasi (kelompok spesies tunggal) tumbuhan dan hewan yang berinteraksi di suatu tempat tertentu. Oleh karenanya komunitas mangrove adalah bagian biotik ekosistem mangrove.



HABITAT MANGROVE

Habitat mangrove. Hutan mangrove hidup di dua dunia, antara darat dan laut. Ekosistem mangrove terbentuk pada lingkungan tropis dan sub tropis dengan suhu tinggi, terdapat endapan lumpur (alluvial) berbutir halus, gelombang laut lemah, air garam dan tawar, serta jangkauan pasang surut yang lebar. Mangrove menempati kawasan luas sepanjang pantai, bantaran sungai, muara, delta, dan teluk yang terlindung, serta pulau-pulau yang "overwash". Mangrove juga dapat ditemukan pada laguna tepi pantai, yang terhubung langsung dengan laut namun pengaruh aliran pasang lemah dan salinitas rendah. Ekosistem ini dipengaruhi perbedaan salinitas yang lebar dari aliran pasang dan hujan. Istilah mangrove dapat digunakan untuk hutan intertidal yang toleran terhadap salinitas terdiri dari pohon, semak, dan palem, serta paku terestrial, epifit, dan rumput yang berasosiasi dalam tegakan tersebut.



Peran ekologi. Mangrove membantu melindungi pantai dari erosi (abrasi), angin ribut, dan gelombang laut. Mereka mencegah erosi garis pantai dengan bertindak sebagai penghalang dan penangkap material alluvial, sehingga menstabilkan ketinggian daratan dengan membentuk daratan baru untuk mengimbangi hilangnya sedimen. Ekosistem karang dan rumput laut juga terlindung akibat sedimentasi. Kawasan mangrove merupakan tempat persembunyian dan perkembangbiakan ikan, kepiting, udang dan moluska. Mangrove juga merupakan tempat bersarang dan tempat singgah ratusan jenis burung. Di samping itu duyung, kera, kucing hutan, kadal monitor, penyu laut, ikan gelodog, dan buaya muara berhabitat di hutan mangrove.



Hubungan mangrove, rumput laut dan karang. Ketiga ekosistem ini disatukan oleh massa air yang mengalir keluar masuk pada saat pasang dan surut, serta oleh hewan-hewan yang hidup di habitat tersebut. Berbagai ikan dan udang yang biasa ditemukan di lepas pantai menggunakan habitat mangrove selama sebagin siklus hidupnya. Mangrove merupakan tempat penting untuk berkembangbiak dan membesarkan anak berbagai spesies komersial. Beberapa spesies kecil yang tidak memiliki nilai ekonomi juga menggunakan mangrove, spesies ini akan menjadi sumber makanan spesies yang lebih besar. Sebaliknya spesies lain seperti kepiting lumpur (Thalassina anomala), menghabiskan sebagian besar hidupnya di mangrove dan bergerak ke laut bebas untuk bertelur. Habitat pantai dihubungkan oleh aliran air. Pasang dan arus membawa nutrien dari mangrove ke rumput laut dan karang, dan sebaliknya. Saling pengaruh ini tergantung dekat-jauhnya habitat satu terhadap habitat lainnya



Adaptasi. Tumbuhan mangrove memiliki ketinggian beragam tergantung spesies dan lingkungan, dari semak-semak kerdil hingga pohon setinggi 40 meter. Akar penyangga beberapa spesies mangrove, seperti Rhizophora, dan pneumatafora spesies lain, seperti Avicennia, memiliki sejumlah lubang kecil lentisel untuk bernapas, sehingga oksigen dapat terdifusi ke dalam tumbuhan dan menuju akar bawah tanah melalui jaringan udara aerenkim dalam korteks. Lentisel tidak aktif pada saat tergenangi air pasang. Garis evolusi menyebabkan spesies mangrove memiliki beberapa sifat biologi yang khas, yang ditujukan untuk mengatasi salinitas, kondisi lumpur yang anaerob dan pemencaran biji. Tumbuhan mangrove secara khusus memiliki akar aerial untuk menyerap oksigen; akar penyaring garam untuk mencegah masuknya garam ke dalam sistem metabolisme; serta daun, akar atau cabang pengekskresi garam untuk mengeluarkan garam. Sehingga dapat menempati lahan basah yang salin, dimana tumbuhan lain tidak dapat hidup. Sistem perakaran mangrove sangat efektif menyaring garam sebagaimana dapat dirasakan dari air tawar yang muncul dari akar yang dipotong, meskipun akar itu tumbuh di tanah salin. Sebagian tumbuhan mangrove memiliki cara khusus untuk memencarkan biji, yakni biji dapat mengapung dan terbawa arus laut, serta embryo umumnya telah mulai tumbuh saat biji masih menggatung di pohon induk. Embryo yang tumbuh hingga memcahkan kulit biji disebut vivipar, sedang yang tidak memecahkan kulit biji disebut kriptovivipar.



Zonasi. Keberadaan spesies dalam hutan mangrove tergantung berbagai faktor lingkungan seperti salinitas, ketersediaan nutrien, kadar oksigen dalam tanah dan aliran energi. Karena tumbuhan mangrove memiliki tanggapan tertentu terhadap kondisi-kondisi ini maka mereka tersebar dalam zonasi tertentu. Zonasi sering menjadi karakteristik hutan mangrove. Beberapa spesies dapat menempati bagian tertentu (niche) dalam ekosistem. Spesies mangrove tumbuh di garis pantai, tepian pulau atau teluk yang terlindung, lainnya tumbuh jauh ke pedalaman hulu sungai pada muara yang masih dipengaruhi pasang surut. Tumbuhan di zona pasang-surut dipengaruhi fluktuasi salinitas yang sangat tinggi. Mereka terendam air laut pada saat pasang, sebaliknya pada saat surut atau musim hujan mereka dapat terendam air tawar. Pasang surut dan aliran sungai dapat mempengaruhi suhu air, serta suplai nutrien dan oksigen ke sistem perakaran. Tanah di daerah pasang-surut biasanya lembek, berlumpur dan sering anaerob. Spesies yang kurang toleran terhadap garam sering ditemukan di bagian atas zona pasang surut atau di tempat-tempat yang memiliki masukan air tawar. Spesies yang toleran dapat tumbuh pada zona pasang surut dimana tingkat evaporasi tinggi sehingga tanah lebih asin dari pada air laut (hipersalin). Tumbuhan mangrove memiliki keunikan dalam kemampuannya tumbuh di lingkungan yang dinamis ini.



Manusia. Manusia dapat memberi dampak serius terhadap keberlangsungan hidup mangrove. Dalam kasus tumpahan minyak dari kapal tangker, mangrove yang dapat bertahan pada lingkungan lumpur dan asin ini akan menemui bahaya besar, karena minyak dapat menutupi permukaan akar napas, sehingga penyerapan oksigen terganggu.



TIPE LINGKUNGAN MANGROVE

Vegetasi mangrove umumnya tumbuh di muara sungai, dimana terdapat aliran air tawar, sedimentasi, masukan air laut, dan perlindungan dari gelombang laut. Kondisi demikian disebut lingkungan sungai, dan ditemukan pada kebanyakan muara sungai di Indonesia. Namun vegetasi mangrove juga dapat terbentuk pada pantai yang tidak memiliki sungai sehingga masukan air tawar dan sedimentasi dari darat hanya terjadi pada musim hujan. Kondisi demikian disebut lingkungan laut, misalnya di Gili Sulat, NTB dan pantai utara Australia. Kedua lingkungan ini memiliki tipe salinitas yang berbeda.



Lingkungan sungai (riverine environment) terbentuk sepanjang tepian sungai beserta anak-anak sungai. Struktur hutan di muara sungai didominasi tumbuhan mangrove, dan ke arah hulu secara gradual digantikan komunitas hutan tropis. Sungai membawa air tawar dan nutrien dari daerah tangkapan air ke dalam habitat mangrove.

Lingkungan laut (marine environment) terbentuk pada pantai tanpa sungai, sebagian besar air berasal dari laut, dimana masukan air tawar sedikit, yakni hanya dari aliran permukaan akibat hujan. Struktur hutan mangrove terbentuk di tepi pantai dan semakin ke dalam terdapat hutan tropis, yang menghindari tanah asin dimana mereka tidak dapat tumbuh. Lingkungan laut dan darat seringkali berasosiasi terutama pada anak-anak sungai di mulut muara. Pada ilustrasi di samping, tanah yang lebih salin diwarnai lebih gelap.




ALIRAN ENERGI

Hutan mangrove sangat vital untuk kesehatan ekosistem pantai. Detritus hutan ini, terutama tersusun atas serasah daun dan cabang-cabang mangrove yang gugur, menyediakan nutrien autochthonous bagi ekosistem mangrove dan laut. Hal ini mendukung berbagai jenis hidupan laut dalam jaring-jaring makanan yang kompleks yang terhubung secara langsung dengan detritus atau secara tidak langsung dengan plankton dan alga epifit. Plankton dan algamerupakan sumber utama karbon pada ekosistem mangrove di samping detritus. Pada lingkungan riverine, nutrien (dan polutan) di bawa pula dari kawasan hulu sebagai allochthonous. Hutan mangrove merupakan ekosistem produktif yang mendukung sejumlah besar kehidupan melalui rantai makanan yang dimulai dari tumbuhtumbuhan. Daun tumbuhan mangrove, sebagaimana semua tumbuhan hijau,menggunakan sinar matahari untuk mengubah karbon dioksida menjadi senyawa organik melalui proses fotosintesis. Karbon yang diserap tumbuhan selama fotosintesis, bersama-sama dengan nutrien yang diambil dari tanah, menghasilkan bahan baku untuk pertumbuhan. Pertumbuhan pohon mangrove sangat penting bagi keberlanjutan hidup semua organisme.Terurainya daun, batang, dan akar mangrove yang mati menghasilkan karbon dan nutrien yang digunakan oleh organisme lain dalam ekosistem tersebut. Tidak ada yang menjadi sampah dalam ekosistem mangrove. Tumbuhan mangrove merupakan lumbung sejumlah besar daun yang kaya nutrien yang akan diuraikan oleh fungi dan bakteri atau langsung dimakan kepiting yang hidup di lantai hutan. Material organik yang mati diuraikan menjadi partikelpartikel kecil (detritus) oleh sejumlah besar bakteri yang kaya protein. Detritus merupakan sumber makanan bagi beberapa spesies moluska (siput), Crustacea (kepiting dan udang) dan ikan, yang selanjutnya menjadi makanan bagi hewan yang lebih besar. Nutrien yang dilepaskan ke dalam air selama periuraian daun, kayu dan akar juga dimakan plankton dan alga.


KOMPONEN ABIOTIK EKOSISTEM

Faktor lingkungan utama yang mempengaruhi mangrove dalam jangka panjang adalah ketinggian dan fluktuasi permukaan laut. Adapun faktor-faktor jangka pendek yang berpengaruh adalah suhu, salinitas, arus laut, angin badai, kemiringan pantai, dan substrat sedimen tanah. Kebanyakan mangrove tumbuh di tanah lumpur, namun dapat pula tumbuh di tanah gambut, pasir, dan batu karang. Apabila kondisi pasang surut optimal, mangrove dapat tumbuh jauh ke pedalaman sepanjang muara sungai dan teluk.



TANAH

Tanah mangrove merupakan tanah alluvial yang dibawa sebagai sedimen dan diendapkan oleh sungai dan laut. Tanah ini dapat diklasifikasikan sebagai pasir (sand), lumpur/debu halus (silt) dan lempung/tanah liat (clay). Tanah disusun oleh ketiganya dengan komposisi berbeda-beda, sedangkan lumpur (mud) merupakan campuran dari lumpur halus dan lempung yang keduanya kaya bahan organik (detritus). Topsoil tanah mangrove biasanya bertipe pasir atau lempung. Topsoil pasir berwarna lebih terang, porous, dapat dilewati air pada saat pasang dan mengalami aerasi pada saat surut, sedangkan topsoil lempung berwarna lebih gelap, kurang porous dan tidak teraerasi dengan baik. Tanah subsoil selalu jenuh air atau tergenang (waterlogged), sehingga hanya teraerasi sedikit, sangat kaya bahan organik namun terurai sangat lambat. Tanah berwarna abu-abu gelap atau hitam (gleying), dan menghasilkan bau menyengat karena tidak teraerasi, menunjukkan adanya hidrogen sulfida (H2S), hasil kegiatan bakteri anaerob pereduksi belerang (e.g. Desulfovibrio) yang tumbuh dengan baik pada kondisi anoksik. Variasi setempat dapat terjadi karena adanya hewan-hewan liang seperti udang dan kepiting, yang menyebabkan udara dapat terbawa melalui lubang-lubang yang terbentuk dalam tanah. Kondisi tanah merupakan salah satu penyebab terbentuknya zonasi penyebaran hewan dan tumbuhan, misalnya kepiting yang berbeda menempati kondisi tanah yang berbeda pula, dan tumbuhan seperti Avicennia dan Sonneratia hidup dengan baik pada tanah berpasir, sedangkan Rhizophora lebih menyukai lumpur lembut yang kaya humus, adapun Bruguiera menyukai tanah lempung yang mengandung sedikit bahan organik.



DERAJAT KEASAMAN (pH)

Adanya kalsium dari cangkan moluska dan karang lepas pantai menyebabkan air di ekosistem mangrove bersifat alkali. Namun tanah mangrove bersifat netral hingga sedikit asam karena aktivitas bakteri pereduksi belerang dan adanya sedimentasi tanah lempung yang asam. Aktivitas bakteri pereduksi belerang ditunjukkan oleh tanah gelap, asam dan berbau telur busuk.




OKSIGEN

Berbeda dengan tanah kering, lumpur hampir tidak memiliki rongga udara untuk menyerap oksigen, sehingga beberapa tumbuhan membentuk metode yang luar biasa untuk menyerap oksigen. Avicennia marina menumbuhkan sejumlah akar kecil sebesar pensil (akar pasak) dari akar utama ke atas permukaan lumpur untuk menyerap oksigen, sedangkan Bruguiera gymnorrhiza membentuk akar lutut, yakni akar utama yang tumbuh ke atas lalu masuk lagi ke lumpur seperti lulut yang terkubur. Rhizophora stylosa membentuk akar penyangga untuk menyerap oksigen sekaligus menyangga pohon. Beberapa pohon seperti Xylocarpus granatum membentuk akar papan yang lebar di atas permukaan tanah. Jumlah oksigen terlarut dalam perairan mangrove umumnya lebih rendah daripada di laut terbuka. Kandungan ini semakin rendah pada tempat yang kelebihan bahan organik, mengingat oksigen diserap untuk peruraian bahan organik tersebut, sehingga terbentuk zona anoksik di badan air. Oksigen pada permukaan sedimen (sediment water interface) digunakan bakteri untuk mengurai dan respirasi. Kandungan oksigen pada beberapa milimeter lapisan sedimen teratas diperoleh melalui sirkulasi pasang-surut dan pengaruh atmosfer. Di bawahnya lumpur yang mengandung bahan organik dan partikelpartikel halus menghasilkan kondisi anoksik, yang hanya ditumbuhi bakteri anaerob yang dapat mengurai bahan organik tanpa oksigen. Hal ini menghasilkan H2S yang mengubah warna tanah menjadi abu-abu gelap, dan berbau seperti telur busuk.



NUTRIEN

Nutrien (zat hara) yang dihasilkan produser primer hutan mangrove dilepaskan ke dalam komunitas, kadang-kadang dalam bentuk detritus melalui peruraian serasah daun dan kayu. Dapat pula melalui perumputan yang dilakukan herbivora sehingga terjadi pemindahan energi. Nutrien ekosistem mangrove tidak semata-mata dihasilkan oleh ekosistem itu sendiri (autochthonous) tetapi juga dihasilkan dari luar ekosistem (allochthonous), dari sungai atau laut. Hujan secara teratur menyapu detritus dari tepian pantai dan daerah aliran sungai ke dalam mangrove, sedangkan pada saat pasang naik laut membawa bahan organik yang terlarut atau tersuspensi ke ekosistem mangrove, seperti organisme mikroskopis yang selanjutnya dimakan organisme penyaring (filter feeders). Bersama dengan surutnya air laut, organisme mikroskopis tersuspensi dalam air tersaring oleh tanah, meninggalkan lapisan organisme mikroskopis di permukaan tanah, yang akan dimakan fauna terestrial selama surut. Sebaliknya pada saat surut ini nutrien dari daratan pantai juga terbawa ke laut.




SINAR, SUHU DAN KELEMBABAN

Kondisi di atas dataran lumpur terbuka dan di bawah kanopi hutan sangat berbeda. Dataran lumpur yang tersinari matahari langsung pada saat laut surut di siang hari menjadi sangat panas dan memantulkan cahaya, sedangkan permukaan tanah di bawah kanopi hutan mangrove terlindung dari sinar matahari dan tetap sejuk. Tingkat kelembaban hutan mangrove lebih kering dari pada hutan tropis pada umumnya karena adanya angin. Suhu dan kelembaban udara sangat berpengaruh terhadap keanekaragaman spesies di suatu habitat.



ANGIN DAN ARUS LAUT

Secara garis besar iklim di Jawa dibagi menjadi musim hujan (Oktober- April) dan kemarau (April-Oktober), namun secara lebih detail dapat dibagi menjagi empat musim (monsoon), yaitu: musim timur laut (Desember-Maret) dengan angin kuat dan hujan lebat, khususnya dua bulan pertama; antar musim (pancaroba) yang pertama (April) dengan angin tidak terlalu kuat; musim barat daya (Mei-September) dengan angin kuat dan hujan sangat sedikit; serta antar musim yang kedua (Oktober-Nopember) seperti antar musim yang pertama, namun curah hujannya kadang-kadang lebih tinggi. Arus laut terbentuk oleh musim angin, sehingga ketinggian gelombang laut mengikuti musim ini.



ALIRAN PASANG-SURUT

Laut mengalami aliran air pasang (HW; high water, rising, flood tide) sebanyak dua kali dalam sehari, bergantian dengan aliran air surut (LW; low, receding, ebb tide). Hal ini disebabkan tarikan gravitasi dan gaya sentrifugal rotasi bumi, bulan dan matahari, serta kondisi geografi setempat. Aliran pasang surut biasanya campuran semi-diurnal, yakni dua pasang tinggi dan dua pasang rendah yang dalam satu hari tingginya tidak sama. Waktu pasang bergeser selama 50 menit dalam sehari, karena tergantung peredaran bulan, yaitu 24 jam 50 menit. Jangkauan pasang dan surut terbesar terjadi selama dua hari setelah bulan baru (perbani). Ketika bulan dan matahari sejajar pada bulan purnama terjadi aliran pasang tertinggi (high water spring tide; HWST). Kondisi yang sama pada bulan baru menyebabkan terjadi surut terendah (low water spring tide; LWST). Keduanya terjadi secara bergantian setiap dua minggu sekali. Rata-rata jangkauan antara pasang dan surut pada bulan baru dapat mencapai 3,5 m, sedangkan pada bulan purnama dapat mencapai 10 m. Daerah pantai yang terletak di antara pasang tertinggi (highest high Water spring tide; HHWST) dan surut terendah (lowest low water spring tide; LLWST) dikenal sebagai zona pasang surut (intertidal). Hutan mangrove tumbuh di antara rata-rata pasang (mid-tide level; MTL) dan pasang tertinggi (HHWST) (periksa diagram di bawah). Jangkauan pasang-surut tertinggi terjadi setiap dua minggu secara bergantian(purnama dan perbani). Di antara dua periode pasang purnama, matahari dan bulan mendekati sudut kanan masing-masing, sehingga pengaruh gravitasinya saling membatalkan dan sebagai gantinya menghasilkan pasang perbani. Apabila bulan terletak pada quarter pertama atau ketiga, terjadi jangkauan pasang terendah, hingga hanya 0,6 m, karena terjadi pasang perbani tinggi (high water neap tides; HWNT) dan surut perbani tinggi (low water neap tides; LWNT). Pola pasang surut bervariasi tergantung lokasi dan waktu. Tingginya jangkauan pasang-surut dan faktor-faktor lain menyebabkan terbentuknya zonasi horizontal dan vertikal tumbuhan dan hewan mangrove.



SALINITAS

Kadar garam dalam air dinyatakan sebagai parts per thousand (ppt), yakni jumlah garam (gram) yang terlarut dalam 1000 gram air. Garam dapur (sodium chloride; NaCl) merupakan zat padat utama dalam air laut, salinitas rata-rata air laut adalah 35 ppt. Derajat salinitas dapat dikelompokkan menjadi oligohalin dengan salinitas rendah (0,5-5 ppt), mesohalin dengan salinitas sedang (5-18 ppt), dan polihalin dengan salinitas tinggi (18-30 ppt). Air tawar memiliki salinitas 0-0,4 ppt. Istilah air payau (brackish water) merupakan air pada derajat oligohalin hingga agak mesohalin. Salinitas kawasan mangrove sangat bervariasi, berkisar 0,5-35 ppt, karena adanya masukan air laut saat pasang dan air tawar dari sungai, khususnya pada musim hujan. Salinitas juga bervariasi tergantung kedalaman badan air di muara sungai. Garam yang terkandung dalam air laut cenderung tenggelam karena berat jenis (BJ)-nya lebih tinggi. Pada saat laut surut, kolam-kolam yang terbentuk pada saat pasang naik dapat menjadi hipersalin (>30 ppt) terutama jika surut lebih lama. Hal ini terjadi karena evaporasi yang menguapkan air menyebabkan konsentrasi garam naik. Biarpun di dalam mangrove pengaruh aliran permukaan air tawar sangat signifikan, terutama selama musim hujan. Sungai-sungai kecil dalam hutan mangrove bersifat oligohalin dan semakin ke dalam semakin tawar. Di batas ekosistem mangrove pengaruh masukan air tawar sangat nyata.



ADAPTASI LINGKUNGAN

Spesies mangrove berhasil tumbuh di lingkungan air laut karena memiliki beberapa bentuk adaptasi khas. Adaptasi ini umumnya terkait dengan upaya untuk bertahan dalam kondisi salin, bertahan dalam tanah lumpur anaerob dan tidak stabil, serta untuk perkembangbiakan.



SALINITAS

Tumbuhan menghadapi berbagai masalah untuk tumbuh di dalam atau di dekat air laut yang secara fisiologi ‘kering’, karena kebanyakan jaringan tumbuhan dan hewan lebih encer daripada air laut. Agar terjadi osmosis, air harus bergerak dari tempat yang konsentrasinya lebih rendah (hipotonis) ke konsentrasi tinggi (hipertonis). Akibatnya air dari dalam jaringan tumbuhan dapat berpindah ke tanah salin, sehingga tumbuhan menjadi layu dan mati. Lingkungan yang keras dan tidak stabil ini menyebabkan diversitas hutan mangrove cenderung lebih rendah daripada umumnya hutan hujan tropis. Kebanyakan tumbuhan memiliki toleransi sangat rendah terhadap salinitas, tetapi mangrove yang dua kali sehari tergenangi air laut dapat bertahan. Semua pohon, semak, palem, tumbuhan paku, rumput, liana dan epifit yang berhabitat di hutan mangrove tumbuh paling baik pada lingkungan air tawar dan air laut dengan perbandingan seimbang (50% : 50%). Lebih dari 90% tumbuhan mangrove dapat mencegah masuknya garam dengan filtrasi pada akar. Garam yang tetap terserap ke dalam tubuh dengan cepat diekskresikan oleh kelenjar garam di daun, sehingga daun tampak seperti ditaburi kristal garam dan terasa asin. Beberapa tumbuhan menyimpan garam dalam kulit kayu atau daun tua yang hampir gugur. Tingginya kadar garam pada lingkungan mangrove akan menyebabkan tingginya konsentrasi garam dalam jaringan, sehingga terjadi gangguan metabolisme. Penyimpanan air juga merupakan masalah penting bagi tumbuhan mangrove, karena tumbuh di tepi laut terbuka dimana kecepatan angin relatif tinggi, laju transpirasi tumbuhan mangrove juga relatif tinggi. Tumbuhan mangrove mengembangkan berbagai cara untuk mengatasi kehilangan air melalui daun. Mereka dapat mengatur pembukaan stomata dan orientasi daun, sehingga mengurangi serapan sinar matahari dan evaporasi. Sebagian tumbuhan mangrove memiliki daun keras, tebal, berlilin atau berbulu rapat untuk mereduksi hilangnya air. Beberapa daun bersifat sukulen untuk menyimpan air dalam jaringan. Fluktuasi salinitas di hutan mangrove dipengaruhi pasang-surut dan iklim. Selama musim hujan jumlah air yang menggenangi mangrove dan deposit sedimen bertambah. Beberapa spesies mangrove dapat tumbuh dengan baik pada lingkungan air tawar. Di Pulau Christmas, Bruguiera cylindrica tumbuh selama ribuan tahun pada danau air tawar di dataran tinggi, sedangkan di Kebun Raya Bogor Bruguiera sexangula tumbuh selama ratusan tahun pada lingkungan air tawar. Terhentinya penyebaran mangrove ke air tawar tampaknya disebabkan ketidakmampuan untuk berkompetisi dengan spesies lain, sehingga tumbuhan mangrove mengembangkan adaptasi untuk tumbuh di air asin, dimana tumbuhan lain tidak mampu bertahan. Adaptasi terhadap salinitas umumnya berupa kelenjar sekresi untuk membuang kelebih garam dalam jaringan dan ultrafiltrasi untuk mencegah masuknya garam ke dalam jaringan.



Sekresi garam. Beberapa tumbuhan mangrove seperti Avicennia, Acanthus dan Aegiceras corniculata memiliki alat sekresi garam. Konsentrasi garam dalam getah biasanya tinggi, sekitar 10% daripada air laut. Sebagian garam dikeluarkan melalui kelenjar garam dan selanjutnya diterbangkan angin atau hujan. Hal ini bisa dirasakan dengan menjilat daun tumbuhan mangrove atau bagian lainnya.



Ultrafiltrasi. Tumbuhan mangrove seperti Bruguiera, Lumnitzera, Rhizophora, dan Sonneratia tidak memiliki alat sekresi. Membran sel pada permukaan akar mampu mencegah masuknya sebagian besar garam. Mereka secara selektif hanya dapat menyerap ion-ion tertentu melalui proses ultrafiltrasi. Namun hal ini tidak selalu berlangsung sempurna, untuk itu kelebihan garam dibuang melalui transpirasi melalui permukaan daun (stomata) atau disimpan di dalam daun, batang dan akar, sehingga seringkali daun tumbuhan mangrove memiliki kadar garam sangat tinggi. Sebagian spesies mangrove menyimpan kelebihan garam dalam daun tua yang akan segera gugur atau kulit kayu.



AKAR

Tumbuhan mangrove memiliki adaptasi khusus untuk tumbuh di tanah yang lembut, asin dan kekurangan oksigen, dimana kebanyakan tumbuhan tidak mampu melakukannya. Suplai oksigen ke akar sangat penting bagi pertumbuhan dan penyerapan nutrien. Karena tanah mangrove seringkali anaerob, maka beberapa tumbuhan mangrove membentuk struktur khusus pneumatofora (akar napas). Akar di atas tanah ini dipenuhi dengan jaringan parenkim spons (aerenkim) dan memiliki banyak lubang-lubang kecil di kulit kayu sehingga oksigen dapat masuk dan diangkut ke sistem akar di bawah tanah. Akar ini juga berfungsi sebagai struktur penyokong pohon di tanah lumpur yang lembut.

Pneumatofora (akar napas). Pneumatofora adalah akar tegak yang dapat merupakan alat tambahan dari atas batang atau pemanjangan sistem akar di bawah tanah. Akar ini, sebagian atau seluruhnya, tergenang dan terpapar setiap hari, sesuai dengan pola aliran pasang-surut. Pada saat terpapar, akar dapat menyerap oksigen. Lumpur mangrove bersifat anaerob (miskin oksigen) dan tidak stabil Tumbuhan yang berbeda dapat memiliki bentuk akar yang berbeda pula untuk beradaptasi dengan kondisi ini. Akar horizontal yang menyebar luas, dimana pneumatofora tumbuh vertikal ke atas merupakan jangkar untuk mengait pada lumpur yang labil. Sistem perakaran di bawah tanah dapat lebih besar dibandingkan sistem perakaran di atas tanah. Terdapat empat tipe pneumatofora, yaitu akar penyangga (stilt or prop), akar pasak (snorkel, peg or pencil), akar lutut (knee or knop), dan akar papan (ribbon or plank). Tipe akar pasak, akar lutut dan akar papan dapat berkombinasi dengan akar tunjang (buttres) pada pangkal pohon. Sedangkan akar penyangga akan mengangkat pangkal batang ke atas tanah.



Akar penyangga (sangga). Pada Rhizophora akar panjang dan bercabang-cabang muncul dari pangkal batang untuk menyangga batang. Akar ini dikenal sebagai prop root dan pada akhirnya akan menjadi stilt root apabila batang yang disangganya terangkat ke atas hingga tidak lagi menyentuh tanah. Akar penyangga membantu tegaknya pohon karena memiliki pangkal yang luas untuk mendukung di lumpur yang lembut dan tidak stabil. Juga membantu aerasi ketika terekspos pada saat laut surut.



Akar pasak. Pada Avicennia dan Sonneratia, pneumatofora merupakan cabang tegak dari akar horizontal yang tumbuh di bawah tanah. Pada Avicennia bentuknya seperti pensilatau pasak dan umumnya hanya tumbuh setinggi 30 cm, sedangkan pada Sonneratia tumbuh lebih lambat

namun dapat membentuk massa kayu setinggi 3 m, kebanyakan setinggi 50 cm. Pada ekosistem alami mangrove di teluk Botany, Sidney masih dapat dijumpai pohon Avicennia marina yang memiliki pneumatofora setinggi lebihdari 28 m, meskipun kebanyakan tingginya hanya sekitar 4 m.
Akar lutut. Pada Bruguiera dan Ceriops akar horizontal tumbuh sedikit di

bawah permukaan tanah, dan secara teratur tumbuh vertikal ke atas kemudian kembali tumbuh ke bawah, sehingga berbentuk seperti lutut yang ditekuk. Setiap akar horizontal dapat membentuk rangkaian lutut dengan jarak teratur secara berulang-ulang. Bagian di atas tanah (lutut) membantu aerasi dan 26 karena tersebar sangat luas dapat menjadi tempat bertahan di lumpur yang tidak stabil. Lumnitzera membentuk akar lutut kecil yang bentuknya merupakan kombinasi antar akar lutut dan akar pasak.



Akar papan. Pada Xylocarpusgranatum akar horizontal tumbuh melebar secara vertikal ke atas,sehingga akar berbentuk pipih menyerupai papan. Struktur initerbentuk mulai dari pangkal batang. Akar ini juga melekuk-lekuk seperti ular yang sedang bergerak dan bergelombang. Terpaparnya bagian vertikal memudahkan aerasi dan tersebarnya akar secara luas membantu berpijak di lumpur yang tidak stabil.



MANFAAT MANGROVE

Kegunaan mangrove banyak dan beragam. Referensi tertua mengenai pemanfaatan spesies mangrove berasal dari tahun 1230 di Arab, yakni penggunaan Rhizophora. Seedlingnya digunakan sebagai sumber pangan

pada musim paceklik, getah untuk mengobati sakit mulut, batang tua untuk kayu bakar, menghasilkan tanin dan pewarna, serta menghasilkan minuman yang memiliki efek aprodisiak bagi lelaki dan efek pengasihan bagi wanita. Hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem paling produktif dan memiliki nilai ekonomi tinggi, antara lain sebagai sumber bahan bangunan, kayu bakar, arang, tanin, zat warna, bahan makanan, bahan obat, bahan baku dan lain-lain. Keanekaragaman hayati ekosistem mangrove berpotensi besar untuk menghasilkan produk berguna di masa depan (bioprospeksi). Tumbuhan obat yang selama ini dimanfaatkan secara tradisional dapat diteliti secara mendalam hingga diperoleh obat modern. Hutan mangrove mampu melindungi pantai dari abrasi, menjaga intrusi air laut, menahan limbah dari darat dan laut, menjaga daur global karbon dioksida, nitrogen dan belerang, tempat lahir dan bersarangnya ikan, udang, kerang, burung, dan biota-biota lain, serta berperan dalam ekoturisme dan pendidikan. Namun sejumlah besar area hutan mangrove di dunia telah hilang karena pengambilan kayu, kegiatan pertanian, perikanan, industri, perdagangan, perumahan dan gangguan alam. Mangrove merupakan ekosistem produktif dengan berbagai nilai ekonomi

dan fungsi lingkungan yang penting. Kegunaan mangrove dibagi dalam dua kategori. Pertama, kegunaan langsung berupa keuntungan ekonomi dalam berbagai bentuk. Kedua, kegunaan tidak langsung berupa fungsi ekologi sebagai tempat pemijahan ikan, udang dan spesies komersial lain; mencegah pantai dari erosi, menjaga tanah, dan stabilisasi sedimen; purifikasi polutan secara alamiah; fungsi sosial-budaya, ekowisata dan pendidikan.


KEGUNAAN LANGSUNG

Kegunaan langsung adalah produk mangrove yang memiliki nilai pasar. Selama berabad-abad mangrove telah dieksploitasi pada tingkat yang lestari untuk kayu bakar, konstruksi bangunan, tanin, bahan obat, bahan baku industri dan bahan pangan. Pada masa sekarang kebutuhan akan tanaman pangan, area wisata dan tekanan penduduk menyebabkan sejumlah besar kawasan mangrove diubah peruntukannya. Kegunaan tradisional dan medis mangrove akan hilang jika tingkat perusakan ini melebihi daya dukung mangrove.



Kayu bangunan. Fungsi utama hutan mangrove adalah menyediakan kayu untuk memasak, membangun rumah dan perahu. Secara tradisional masyarakat lokal menggunakan mangrove secara lestari, namun bertambahnya penduduk menyebabkan penggunaan secara lestari sulit dipertahankan. Kayu Nypa digunakan untuk membangun dermaga atau bangunan bawah air lain karena tahan terhadap kebusukan, atau serangan fungi dan hewan pembuat lubang kayu, sedangkan daunnya digunakan untuk atap. Heritiera dan Xylocarpus menghasilkan kayu gergajian berkualitas tinggi, meskipun kini mulai jarang ditemukan dan sulit diperoleh. Tiang utuh Rhizophora merupakan hasil hutan mangrove paling utama, mudah ditebang, dan masa panennya pendek.



Kayu bakar dan arang. Kayu mangrove sering digunakan secara langsung sebagai kayu bakar atau diolah lebih dahulu menjadi arang. Kayu Rhizophora dan Avicennia memiliki nilai kalor tinggi dan menghasilkan panas sangat tinggi, sehingga sangat sesuai untuk kayu bakar dan arang. Di Indonesia hal ini telah dilakukan secara komersial sejak tahun 1887.



Tanin. Kulit kayu mangrove mengandung metabolit sekunder untuk pertahanan diri, yakni tanin, terutama pada Rhizophoraceae. Tanin digunakan dalam industri penyamakan kulit, seperti di India dan Bangladesh; untuk merawat jaring ikan seperti di Sri Lanka, dan bahan baku obat tradisional. Tanin juga digunakan sebagai sumber warna yang berharga, khususnya untuk menghitamkan kain etnik, seperti di Afrika Timur, Australia, Polynesia, dan Sri Lanka. Nilai penting kulit kayu tanin di negara-negara Asia kini telah menurun. Tanin mengandung dua kelompok fenol, dapat dihidrolisis dan tidak, yang diperlukan untuk sintesis obat-obatan tertentu. Tumbuhan mangrove memiliki sifat sitotoksis atau antineoplastis dan antimikrobia. Tumbuhan mangrove merupakan sumber kaya saponin, alkaloid dan flavonoid. Saponin memiliki aktivitas biologi penting sebagai spermisida dan moluskisida. Ekstraksi senyawa kimia, dikenal pula sebagai pharmacopoeia, terus berlanjut hingga kini dan yang akan datang. Bahan-bahan seperti lem hingga alkaloid, saponin, dan lain-lain sangat penting sebagai bahan baku industri modern dan kedokteran. Ekstrak akar penyangga Rhizophora apiculata dapat menghambat aktivitas larva nyamuk. Ekstrak Aegiceras mengandung saponin yang beracun sehingga dapat digunakan untuk menangkap ikan.

Bahan baku industri. Mangrove dieksploitasi untuk menghasilkan lignosellulosa, bubur kertas, dan rayon. Rhizophora apiculata menghasilkan lignosellulosa yang dibutuhkan industri tekstil di seluruh dunia. Bubur kertas, batang korek api, peralatan rumah tangga, peralatan pertanian dan boneka mainan merupakan beberapa produk dari mangrove. Serat dan kertas dapat dihasilkan dari Hibiscus tiliaceus, Thespesia populnea dan Pandanus.



Bahan pangan. Produk kawasan mangrove yang langsung dapat dimakan antara lain madu, lilin, daging hewan, ikan, buah-buahan, minuman dan gula. Daun Osbornia octodonata dapat digunakan sebagai bumbu penyedap masakan. Buah Avicennia marina biasa digunakan sebagai sayuran. Buah Kandelia candel dan Bruguiera gymnorrhiza mengandung pati dan apabila dirajang, direndam dalam air dan dicuci taninnya akan menghasilkan pasta yang enak dibuat kue atau roti kering. Daun muda Acrostichum dan hipokotil Bruguiera merupakan makanan pokok pada beberapa suku di Irian. Sagu yang diperoleh dari batang Metroxylon sagu juga digunakan sebagai makanan pokok. Cairan nira Nypa dan Borassus dapat dibuat tuak yang memabukkan. Nypa dapat menghasilkan gula dari cairan nira yang dimasak, yang selanjutnya dapat difermentasi menjadi alkohol dan cuka. Minyak goreng juga dapat diperoleh dari tumbuhan ini. Ekstrak kayu Avicennia alba dan A. officinalis menghasilkan tonikum, serta jelly yang enak dan terasa asin dapat diperoleh dengan mengasapi leafletnya. Seedling Avicennia dan Bruguiera dapat dimasak dan dimakan terutama pada musin paceklik.



KEGUNAAN TIDAK LANGSUNG

Kegunaan tidak langsung merupakan penerjemahan fungsi ekologi ekosistem mangrove, meliputi perikanan, proteksi pantai, instalasi pengolah limbah, penjaga budaya tradisional, serta pariwisata dan pendidikan.



Perikanan dan daur hara. Mangrove merupakan pelayan ekosistem laut

dan kawasan di sekitarnya, dimana para nelayan mencari ikan. Mangrove mensuplai makanan ke komunitas laut melalui rantai makanan detritus yang dimulai dari serasah dedaunan mangrove. Tempat ini juga merupakan habitat berbagai organisme laut yang komersial, seperti udang, kepiting dan ikan, dimana pada saat tertentu fase hidupnya menggunakannya sebagai tempat berkembang biak dan membesarkan anak. Proteksi dan konservasi habitat ini akan menjaga keberlanjutan rantai makanan dan industri perikanan.



Proteksi pantai. Mangrove umumnya hanya terbentuk di tempat-tempat yang dipengaruhi sedimentasi. Akar mangrove yang jalin-menjalin, beserta pneumatofora dan batang mangrove dapat mengurangi kecepatan arus air, menangkap sedimen untuk menjaga ketinggian daratan pantai dan mencegah siltasi pada lingkungan laut di sekitarnya. Mangrove memainkan peranan penting untuk mencegah erosi pantai. Di seluruh dunia keberadaan mangrove dapat mengurangi kerusakan akibat angin-badai dan gelombang laut. Keberadaan komunitas mangrove memastikan stabilitas dan mencegah perubahan garis pantai dan rawa-rawa di sekitarnya. Kemampuan mangrove untuk menjadi daerah penyangga membantu mengurangi kerusakan bangunan dan jatuhnya korban jiwa pada saat badai dan tsunami. Di tempat-tempat dimana hutan pantai telah ditebangi, terjadi erosi dan pendangkalan pantai. Di samping itu komunitas mangrove dapat mempengaruhi daur hidrologi, dan menghambat intrusi air laut ke daratan, serta mempengaruh mikroklimat.



Instalasi pengolah limbah. Dalam kondisi yang baik dan jumlah sesuai, komunitas mangrove dapat berfungsi sebagai instalasi pengolah limbah. Polutan dan sampah dari kawasan industri dan domestik, secara lamiah dapat terbenam dan terurai dalam ekosistem mangrove. Demikian pula kelebihan nutrisi kimia dari areal pertanian dapat ditangkap dan di daur ulang di hutan mangrove. Ekosistem ini, misalnya, mampu menyerap kelebihan nitrat dan fosfat dari lahan pertanian di hulu sungai, sehingga tidak mencemari perairan pantai (eutrofikasi). Namun sebaliknya volume limbah yang berlebihan dapat meracuni dan merusak ekosistem mangrove.



Budaya tradisional. Bagi jutaan masyarakat asli yang tinggal di tepi pantai, hutan mangrove menjadi tempat mencari nafkah dan memenuhi berbagai kebutuhan dasar selama ratusan tahun, sehingga terbentuk budaya tradisional yang terkait dengan ekosistem ini. Misalnya Cerbera manghas digunakan untuk membuat topeng dalam perayaan tradisional, seperti di Sri Langka.



Ekowisata dan pendidikan. Salah satu nilai komersial terbaru hutan mangrove adalah rekreasi dan ekowisata. Kehidupan liar mangrove merupakan atraksi wisata yang menarik, misalnya migrasi burung-burung air. Sekolah juga menggunakan kawasan ini untuk praktikum. Habitat mangrove dapat berperan penting dalam program pendidikan, rekreasi, konservasi dan penelitian untuk menemukan metode yang tepat dalam menjaga cagar alam, suaka marga satwa, taman nasional dan cagar biosfer.



KEGUNAAN POTENSIAL: KANDUNGAN KIMIA MANGROVE

Nilai kegunaan potensial sulit ditentukan. Hutan mangrove alami yang masih memiliki keanekaragaman spesies tinggi, memiliki potensi tinggi untuk menghasilkan produk yang dapat dieksploitasi di masa depan. Hal ini dikenal sebagai bioprospeksi. Berbagai spesies yang digunakan dalam pengobatan tradisional merupakan titik awal penggunaannya secara ilmiah dalam pengobatan modern. Kandungan kimia tumbuhan mangrove menghasilkan kegunaan tradisional dan medis. Tumbuhan mangrove sangat potensial sebagai sumber baru pestisida, agrokimia, bahan obat, serta senyawa-senyawa bioaktif lain. Dunia tumbuhan merupakan sumber obat-obatan baru yang tiada habis, menunggu pengungkapan lebih lanjut. Kerusakan pada ekosistem darat dan laut yang berdampak pada mangrove menyebabkan penelitian untuk menemukan obat baru dari bioaktif mangrove mendesak dilakukan. Senyawa-senyawa kimia dengan struktur kimia baru dan kelas tersendiri telah dikarakterisasi dari tumbuhan mangrove. Penelitian kandungan kimia tumbuhan mangrove memiliki dua alasan utama:

Pertama, mangrove merupakan salah satu tipe hutan tropis paling mudah

ditanam, dan dapat tumbuh pada tempat dimana tumbuhan lain tidak mampu. Mangrove tumbuh di lokasi penuh stres seperti lingkungan yang fluktuatif, kelembaban tinggi, mikroorganisme dan insekta melimpah. Mangrove tumbuh dengan subur pada lingkungan yang sangat khusus dan berperan sebagai jembatan antara ekosistem tawar dan laut. Hal ini disebabkan adanya beberapa modifikasi untuk mangatur air dan garam, serta modifikasi fisiologis dalam metabolisme karbohidrat, sintesis polifenol dan lain-lain. Oleh karena itu mangrove diduga memiliki senyawa kimia khas yang melindunginya dari berbagai tekanan ini.

Kedua, berbagai tumbuhan mangrove telah digunakan dalam pengobatan

tradisional, dan ekstraknya diketahui memiliki aktivitas melawan penyakit pada manusia, hewan dan tumbuhan, namun masih sedikit penelitian untuk mengidentifikasi metabolit yang bertanggungjawab terhadap bioaktivitas ini.



Semoga Bermanfaat ^_^

Artikel Terkait



Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More