I.
PENDAHULUAN
Undang – undang No.22 / 1999 tentang
Pemerintah Daerah merupakan kerangka acuan peraturan bagi pelaksanaan otonomi
daerah di Indonesia. Otonomi daerah merupakan kewenangan Daerah Otonomi untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan negara Kesatuan Republik
Indonesia. ( Pasal 1 ).
Salah satu bidang pemerintahan yang
wajib dilaksanakan oleh daerah kabupaten dan kota yaitu bidang pertanahan
Pasal11 Dengan demikian ,pengadaan/ pengambilalihan tanah menjadi tanggung
jawab dari pemerintah kabupaten dan kota. Dalam rangka implementasi Undang –
Undang Otonomi Daerah ini, telah ada Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000
tentang kewenangan Pemerintah di bidang pertanahan sebagaimana tertera dalam
pasal 2 ayat ( 3 ) butir ( 14 ) sebagai berikut :
- Penetapan persyaratan pemberian
hak atas tanah.
- Penetapan persyaratan landreform.
- Penetapan persyaratan
administrasi pertanahan.
- Penetapan pedoman biaya
pelayanan pertanahan.
- Penetapan kerangka dasar
kadastral ( batas tanah ) nasional dan pelaksanaan kerangka dasar
kadastral orde I dan orde II.
Kewenangan
propinsi sebagai daerah otonomi meliputi kewenangan yang bersifat lintas kabupaten/kota
dan kewenangan daerah tertentu yang meliputi perencanaan dan pengendalian
makro, pelatihan bidang tertentu, alokasi sumber daya manusia potensial,
penelitian yang mencakup eilayah propinsi, pengelolaan pelabuhan regional,
pengendalian lingkungan hidup, promosi dagang dan budaya/pariwisata, penanganan
penyakit menular dan hama tanaman, serta perencanaan tata ruang propinsi.Dalam
beberapa pertimbangan khusus, diantaranya bahwa tanah mempunyai nilai strategis
Negara Kesatuan Indonesia maka pelaksanaan desentralisasi pertanahan ditunda
selama dua tahun. Penundaan ini ditetapkan melalui Keputusan Presiden
Nomor 103 tahun 2001 tentang kedudukan, tugas, fungsi, kewenangan, susunan
Organisasi dan Tata Kerja.
Lembaga
Pemerintah Non-Departemen sampai ditetapkanya seluruh peraturan
perundang-undangan di bidang pertanahan, selambat-lambatnya 31 mei 2003. Setelah
batas waktu 31 mei 2003 berakhir, Pemerintah mengambil Keputusan Presiden Nomor
34 tahun 2003 tentang kebijakan Nasional di Bidang pertanahan yang menyerahkan
sembilan kewenangan Pemerintah di bidang pertanahan kepada pemerintah kabupaten
dan kota, yaitu sebagai berikut :
- Pemberian izin lokasi.
- Penyelenggaraan pengadaan tanah
untuk kepentingan pembangunan.
- Penyelesaian sengketa tanah
garapan.
- Penyelesaian ganti kerugian dan
santunan tanah untuk pembangunan.
- Penetapan subyek dan obyek
redistribusi tanah serta ganti kerugian tanah kelebihan maksimal dan tanah
absente.
- Penetapan dan penyelesaian
masalah tanah ulayat (tanah adat ).
- Pemanfaatan dan penyelesaikan
masalah tanah kosong.
- Pemberian izin membuka tanah.
- Perencanaan penggunaan tanah
wilayah kabupaten/kota.
Hak Guna
Usaha
Pasal 28
Ayat 1 :
Hak Guna Usaha adalah Hak untuk mengusahakan tanah yang
dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam
Pasal 29, guna Perusahaan Pertanian, Perikanan atau Pertenakan.Penjelasan Pasal 28 :
Hak ini adalah Hak yang khusus
untuk mengusahakan tanah yang bukan miliknya sendiri guna Perusahaan Pertanian,
Perikanan dan Pertenakan . . . .
Proses daripada HGU itu sendiri
adalah penyerahan tanah oleh pihak pemilik tanah (misalnya: masyarakat) kepada
negara, untuk kemudian diberikan lagi dengan status HGU kepada pihak yang
berkepentingan. Artinya, untuk membuat status tanah menjadi tanah negara, si
yang berkepentingan (dalam hal ini pemohon HGU) haruslah membebaskan tanah
tersebut dari pemilik lamanya (masyarakat, contoh si a, si b dst) dengan cara
memberikan gantirugi. Setelah itu barulah tanah tersebut dimohonkan haknya
sebagai HGU.
HGU biasanya diberikan dalam jangka waktu 30
tahun,, seringkali masyarakat salah kaprah,, dikiranya kalau masa 30 tahun itu
habis, tanah yang statusnya HGU itu akan kembali menjadi hak mereka, padahal
tanah tersebut tentunya dikembalikan lagi kepada negara, dan boleh dimohonkan
kembali oleh si pengelola HGU yang lama.
II.
PENCADANGAN IJIN LOKASI.
Pencadangan tanah dan izin lokasi diatur dalam peraturan
Kepala Daerah Kabupaten/kota dengan Peraturan Daerah masing-masing yang
esensinya kurang lebih sebagai berikut :
- Perusahaan – perusahaan yang
memerlukan tanah untuk keperluan usahanya harus Mengajukan permohonan
arahan lokasi kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada kepala kantor
Pertanahan, Kepala Dinas Perkebunan dan Kepala Dinas Kehutanan Dati II
dengan melampirkan rekanan akte pendirian perusahaan yang telah disahkan
oleh menteri Kehakiman dan HAM.
- Dalam memperoleh arahan lokasi
tersebut Kepala Kantor Pertanahan mengadakan koordinasi dengan instansi
terkait dan mencadangkan areal nonhutan ( di Kalteng disebut sebagai
kawasan pengembangan produksi-KPP, di propinsi lain disebut Areal
Pengembangan Lain – APL ).
- Bupati / Walikota menerbitkan surat keputusan arahan
lokasi yang berlaku 6 - 12 bulan ( tergantung
kabupatennya ).
- Berdasarkan surat keputusan
arahan lokasi perusahaan dapat melakukan kegiatan Survey lahan
. Jika lahan yang diarahkan sesuai untuk pengembangan sawit maka
perusahaan dapat mengajukan permohonan izin prinsip.
- Izin Prinsip akan dikeluarkan oleh
Bupati/walikota untuk jangka waktu selama 1 tahun . Selama periode
tersebut, pengusaha harus melakukan kegiatan/penguasaan atas tanah dan
mengajukan izin prinsip.
- Permohonan izin lokasi
di ajukan kepada Bupati/Walikota dengan lampiran status penguasaan tanah
yang telah dilakukan. Izin lokasi biasanya berlaku 2 tahun.
- Setelah mendapatkan izin lokasi
, Perusahaan harus melakukan AMDAL sebagai syarat untuk mendapatkan Izin
Usaha Perkebunan ( IUP ). Setelah IUP diterbitkan, perusahaan
harus mengajukan Izin pembukaan lahan ( LC ) dan dapat segera
beroperasi sejalan dengan permohonan HGU kepada BPN.
- Izin lokasi yang telah berakhir
dapat diperpanjang. Permohonan perpanjangan izin Tersebut harus diajukan
selambat-lambatnya 10 hari kerja sebelum habis jangka waktu izin lokasi
berakhir disertai dengan alasan perpanjanganya. Permohonan izin lokasi
hanya boleh diajukan bila syarat perolehan tanah sudah lebih dari 50 %
areal yang dicadangkan. Perpanjangan izin lokasi hanya diperbolehkan
satu kali untuk periode 12 bulan.
- Bupati/Walikota menerbitkan
keputusan perpanjangan izin lokasi selambat-lambatnya 10 hari kerja
setelah diterimanya berkas permohonan perpanjangan izin lokasi.
Lampiran surat permohonan arahan
lokasi yaitu foto copy dukumen sebagai berikut
- Akte pendirian perusahaan yang
telah disyahkan oleh pejabat yang berwenang.
- Gambar kasar / sketsa tanah
yang di mohon.
- Uraian rencana proyek yang akan
dibangun.
- Penyajian informasi Lingkungan
( PIL ) bagi usaha yang diwajibkan.
III.
PEMBERIAN HAK ATAS TANAH
Perusahaan yang telah memperoleh izin
lokasi dari Bupati / Walikota dan setelah selesai melaksanakan perolehan hak
atas tanah yang telah dibebaskan maka dapat segera mengajukan permohonan HGU .
Adapun tata cara perolehan tanah dapat dilakukan dengan beberapa proses sebagai
berikut :
- Jual-beli calon penerima hal
memenuhi syarat untuk menjadi subyek hak tanah yang diperoleh dan tanah
tersebut sudah ada sertifikatnya. Jual-beli ini dilakukan melalui Pejabat
Pembuat Akta Tanah ( PPAT ).
- Pelepasan hak di depan PPAT,
Yaitu Notaris PPAT atau camat jika tanahnya belum terdaftar dan/atau tanah
adat . Penerbitan hak atas tanah seperti ini baru dapat dilakukan setelah
masa pengumuman berakhir.
- Melalui permohonan hak jika
tanahnya dikuasai oleh negara.Dalam kasus ini tanah harus bebas dari
garapan atau penguasaan lainya atas tanah dimaksud.
- Melelui tukar menukar jika
tanahnya milik instansi pemerintah setelah Mendapat
persetujuan dari menteri Keuangan.
- Pelepasan tanah disertai
penyerahan pembayaran rekognisi dalam hal Tanahnya berupa tanah ulayat,
sepanjang kenyataanya hak ulayat tersebut masih ada.
Dalam
kasus “tumpang tindih hak kepemilikan tanah” di dalam tanah yang telah
Dikeluarkan izin lokasinya, perusahaan harus melakukan pembebasan tanah untuk
memperoleh tanah tersebut. Proses perolehan tanah tersebut diserahkan
sepenuhnya kepada pihak perusahaan melalui negosiasi langsung dengan pemegang
hak atas tanah. Bentuk dan besarnya nilai ganti kerugian ditetapkan atas dasar
kesepakatan antara pihak – pihak yang bersangkutan, bisa berupa hal berikut :
- Uang pembayaran.
- Pemukiman kembali (
relokasi/konsolidasi )
- Kesempatan kerja.
- Penyertaan saham.
- Gabungan dari beberapa bentuk
konpensasi diatas.
Dalam pelaksanaan perolehan tanah,
pengawasan dan pengendalian dilakukan Oleh Tim yang diketuai oleh Kepala Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kotamadya sesuai dengan surat edaran Kepala BPN Nomor
580.2-5568-D-III tanggal 6 desember 1990. Tugas tim ini antara lain sebagai
berikut :
- Memberikan penyuluhan kepada
pihak kedua belah pihak dalam bidang pertanahan
- Membantu kelancaran pembebasan
tanah
- Membantu menciptakan suasana
musyawarah.
- Mencegah ikut campurnya pihak
ketiga.
- Menyaksikan pembayaran atau
pemberian ganti rugi kepada pemilik yang berhak.
Sesuai
dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 3 tahun 1990 pasal 5 ,
Permohonan HGU diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Propinsi
dengan dilampirkan fotocopy berikut ini :
- Izin lokasi.
- Bukti – bukti perolehan
tanahnya.
- NPWP dengan tanda bukti
pelunasan PBB.
- Gambar situasi tanah hasil
pengukuran Kadastral oleh Kepala Kantor Pertanahan setempat.
- Jati diri dari pemohon ( akte
pendirian perusahaan ).
- Surat keputusan pelepasan
kawasan hutan dari Menteri kehutanan dalam hal tanahnya diperoleh dari
hutan konversi
2.
Peraturan Pemerintah
- PP No. 7 Tahun 1973 tentang
Pengawasan atas Peredaran, Penyimpanan dan
- Penggunaan pestisida;
- PP No. Menteri27 Tahun 1999
tentang Pelaksanaan AMDAL;
- PP No. 41 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara;
- PP No. 18 tahun 1999 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun;
- PP No. 4 Tahun 2000 tentang
Pengendalian Kerusakan dan Atau Pencemaran Lingkungan yang berkaitan
dengan Kebakaran Hutan dan atau Lahan;
- PP No. 28 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial.
3.
Keputusan/Peraturan Setingkat Menteri
- Keputusan Menteri Kehutanan No
353/kpts-ii/1996 tentang Penetapan Radius/Jarak
- Larangan Penebangan Pohon dari
Mata Air, Tepi Jurang, Waduk/Danau, Sungai dalam Kawasan Hutan, Hutan
Cadangan dan Hutan Lainnya; Keputusan Kepala BAPEDAL No. Kep -056
Tahun 1994 tentang Pedoman Mengenai Dampak Penting;
- Keputusan Menteri Kehutanan No.
260/kpts-ii/1995 Petunjuk Tentang Pencegahan Kebakaran Hutan;
- Keputusan Direktur Jenderal
Perkebunan No. 38/KB.10/SK.DJBUN/05-95 tentang Petunjuk Teknis Pembukaan
Lahan Tanpa Bakar Untuk Perkebunan;
- PerMen LH No. 8 Tahun 2006
tentang Penyusunan AMDAL;
- PerMen LH No. 28 Tahun 2006
tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Wajib dilengkapi dengan
AMDAL;
- KepMenHutBun No. 376 Tahun 1998
tentang Kesesuaian Lahan yang cocok untuk perkebunan budidaya kelapa
sawit;
- Kep Pres No. 32 Tahun 1990
tentang Pengelolaan Kawasan Lindung
TUGAS
HUKUM AGRARIA
Prosedur
Pemberian Tanah Hak Guna Usaha
Disusun
Oleh:
Ogi
Pratama
14010211060004
JURUSAN PERTANAHAN FAKULTAS FISIP
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2011