BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Tanah merupakan sumber kehidupan. Hubungan tanah dan
manusia yang sedemikian ini, membuat perubahan-perubahan dalam tata susunan
pemilikan dan penguasaan tanah, pada gilirannya akan juga memberikan pengaruh
kepada pola hubungan antar manusia sendiri. Yang menjadi masalah bukan tanah
itu sendiri tetapi terjadinya penguasaan tanah yang timpang, dimana ada yang
tidak menguasai, dan pihak lain ada yang menguasai dalam jumlah yang besar.
Fakta tersebut di atas memberikan gambaran bahwa jika tanah menjadi faktor
dalam suatu proses produksi, maka hubungan produksi, atau hubungan yang
terjadi, akan sangat bergantung pada bagaimana sistem pemilikan tanah tersebut.
Adanya Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria yang telah dimaksudkan sebagai instrumen untuk mendorong proses
pembaharuan, dalam kenyataannya belum menjadi alat untuk menciptakan kemakmuran
di sektor agraria di masa Orde Baru. Maka dari itu dalam rangka pembaharuan hukum agraria
nasional diperlukan perangkat hukum yang lebih baik sesuai dengan perkembangan
kepentingan di masa-masa akan datang yang lebih dinamis, memiliki kepastian
hukum dan beraspek keadilan. Perubahan itu bersifat
mendasar, karena baik mengenai struktur perangkat hukumnya, mengenai
konsepsinya maupun isinya yang dinyatakan dalam bagian
”berpendapat” UUPA harus sesuai dengan kepentingan rakyat
Indonesia serta memenuhi pula keperluannya menurut keperluan zaman.
Selama
ini perkembangan hukum tanah mengalami banyak kritik dan tantangan. Berbagai
peraturan pelaksanaan UUPA belum terwujud, sementara itu hal-hal baru yang
belum pernah diantisipasi muncul dan menghendaki dicarikan jalan keluarnya.
Dalam rangka pembangunan hukum tanah nasional, khususnya dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan, diperlukan pendekatan yang mencerminkan pola
pikir yang proaktif dilandasi dengan sikap kritis dan obyektif. Pendekatan
kritis diperlukan untuk menunjang pembangunan hukum tanah nasional, dengan upaya
pemahaman hukum dan aspirasi yang melekat pada asas hukum yang bertujuan untuk
mencapai keadilan, kepastian hukum dan manfaat bagi masyarakat. Merupakan
kenyataan bahwa peraturan perundang-undangan yang dibuat jauh dari kata
sempurna baik karena kurang lengkap atau kurang jelas. Peraturan
perundang-undangan akan relatif selalu ketinggalan jaman karena perjalanan
waktu, perkembangan masyarakat yang sangat dinamis, serta ilmu pengetahuan dan
teknologi.
B. Rumusan
Masalah
Di
dalam pembahasan ini terdapat rumusan masalah yang dapat diambil, diantaranya :
1. Apa
pengertian dan tujuan dari reforma agraria itu sendiri?
2. Bagaimanakah
konsep reforma agraria itu?
3. Apa
saja yang menjadi landasan hukum reforma agraria?
4. Apakah
yang menjadi subyek dan obyek dari reforma agraria?
5. Bagaimanakah
reforma agraria terhadap kesejahteraan para petani di Indonesia?
C. Maksud
dan Tujuan Penulisan
Dalam
pembahasan makalah ini, penulis mempunyai maksud dan tujuan dalam pembuatannya,
diantaranya :
1. Untuk
mengetahui apa dan tujuan dari reforma agraria yang ada di Indonesia.
2. Untuk
menjelaskan konsep-konsep dari reforma agraria.
3. Untuk
mengetahui apa saja yang menjadi landasan hukum reforma agraria.
4. Untuk
menjelaskan siapa saja yang menjadi subyek dan obyek dari reforma agraria.
5. Untuk
mengetahui bagaimana reforma agraria terhadap kesejahteraan para petani di
Indonesia.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Reforma Agraria (Landreform)
Pembaruan
agraria, atau adakalanya disebut dengan “reforma agraria”, diberikan arti yang
berbeda-beda oleh para ahli. Sebagian ahli memberikan makna yang sama luasnya
antara konsep reforma agraria dengan landreform, namun sebagian memberi arti
bahwa landreform hanyalah bagian dari reforma agraria.
Pembaruan agraria adalah suatu upaya korektif untuk
menata ulang struktur agraria yang timpang, yang memungkinkan eksploitasi
manusia atas manusia, menuju tatanan baru dengan struktur yang bersendi kepada
keadilan agraria. Menurut Badan Pertanahan Nasional RI (2007) makna Reforma Agraria
adalah restrukturisasi penggunaan, pemanfaatan, penguasaan, dan pemilikan
sumber-sumber agraria, terutama tanah yang mampu menjamin keadilan dan
keberlanjutan peningkatan kesejahteraan rakyat.
Sementara itu di dalam kolokium kpm ipb, yang dikutip dari Soetarto
dan Shohibuddin (2006) mengemukakan bahwa reforma agraria adalah upaya politik
sistematis untuk melakukan perubahan struktur penguasaan tanah dan perbaikan
jaminan kepastian penguasaan tanah bagi rakyat yang memanfaatkan tanah dan
kekayaan alam yang menyertainya, dan yang diikuti pula oleh perbaikan sistem
produksi melalui penyediaan fasilitas teknis dan kredit pertanian, perbaikan
metode bertani, hingga infrastruktur sosial lainnya.
B. Tujuan Reforma Agraria
Reforma agraria (landreform) juga memiliki beberapa
tujuan, diantaranya sebagai berikut:
1. Menata kembali ketimpangan struktur
penguasaan dan penggunaan tanah ke arah yang lebih adil.
2. Mengurangi kemiskinan.
3.
Menciptakan lapangan kerja.
4.
Memperbaiki akses rakyat kepada sumber-sumber
ekonomi (terutama tanah).
5.
Mengurangi sengketa dan konflik
pertanahan.
6.
Memperbaiki dan menjaga kualitas
lingkungan hidup.
7.
Meningkatkan ketahanan pangan.
Adapun tujuan dari landreform menurut
Michael Lipton dalam Mocodompis (2006) adalah:
- Menciptakan
pemerataan hak atas tanah diantara para pemilik tanah. Ini dilakukan
melalui usaha yang intensif yaitu dengan redistribusi tanah, untuk
mengurangi perbedaan pendapatan antara petani besar dan kecil yang dapat
merupakan usaha untuk memperbaiki persamaan diantara petani secara
menyeluruh.
2. Untuk meningkatkan dan memperbaiki
daya guna penggunaan lahan. Dengan ketersediaan lahan yang dimilikinya sendiri
maka petani akan berupaya meningkatkan produktivitasnya terhadap lahan yang
diperuntukkan untuk pertanian tersebut, kemudian secara langasung akan
mengurangi jumlah petani penggarap yang hanya mengandalkan sistem bagi hasil
yang cenderung merugikan para petani.
C. Konsep Reforma Agraria
Konsep
reforma agraria adalah suatu konsep untuk menjawab permasalahan yang dihadapi
oleh petani dan rakyat miskin yaitu kesenjangan akses dan kepemilikan tanah.
Reforma agraria dilakukan dengan mendistribusikan tanah kepada petani yang
tidak memiliki tanah atau yang tanahnya sempit. Reforma agraria berkaitan erat
dengan reforma ekonomi politik suatu Negara, walaupun seakan-akan konsep
tersebut hanya untuk menjawab permasalahan petani miskin, tetapi
pengimplementasian konsep tersebut akan mempengaruhi seluruh elemen masyarakat,
terutama para pemilik modal dan Negara.
Bagi
pemilik modal, implementasi konsep reforma agraria berarti mereka harus
merelakan kepemilikan mereka atas sumberdaya alam untuk dikembalikan kepada
Negara atau petani miskin. Bagi Negara, implementasi konsep ini berarti
bertambahnya anggaran belanja Negara untuk membiayai pengimplementasian konsep
tersebut. Biaya tersebut meliputi biaya untuk membeli tanah dari pemilik modal
dan biaya untuk supporting system
yang meliputi pupuk, bibit, penyuluhan dan lain sebagainya.
Pengimplementasian
konsep reforma agraria dilaksanakan sesuai dengan kondisi, sejarah, dan
ideologi suatu Negara, serta motif suatu Negara dalam melaksanakan reforma
agraria. Faktor-faktor tersebut saling mempengaruhi antara satu dengan yang
lain. Secara sederhana, terdapat empat model utama dalam reforma agraria, yaitu
:
1.
Radikal
landreform, tanah milik pemilik modal diambil alih
Negara tanpa ganti rugi, model ini diterapkan di Negara-negara komunis seperti
Rusia.
2. Land colonization,
tanah pemilik modal diduduki oleh petani seperti yang terjadi di Brazil.
3. Land right restitution,
tanah-tanah yang dulu diambil alih oleh warga kulit putih diambil alih lagi
oleh warga kulit hitam seperti yang terjadi di Afrika Selatan.
4. Market based/assisted
land reform, model ini diterapkan dengan
tujuan untuk menghindari sentakan-sentakan politik.
D. Landasan Hukum Reforma Agraria
Reforma Agraria telah dijelaskan di bagian
Penjelasan Umum Undang-Undang Pokok Agraria pada romawi II angka (7),
yang berisi : “Dalam pasal 10 ayat (1) dan (2) dirumuskan suatu asas yang pada dewasa
ini sedang menjadi dasar daripada perubahan-perubahan dalam struktur pertanahan
hampir di seluruh dunia, yaitu di negara-negara yang telah atau sedang
menyelenggarakan apa yang disebut ”Landreform” atau “Agrarianreform”.
Selain peraturan perundang-undangan
yang menjadi landasan hukum, ada beberapa dasar yang menjadi landasan
pelaksanaan Reforma Agraria, antara lain:
a. Landasan Idil, yaitu Pancasila.
b. Landasan Konstitusional, yaitu
UUD 1945 dan Perubahannya.
c. Landasan Politis, yang terdiri dari TAP MPR Nomor
IX/MPR/2001 Tentang
Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam; Keputusan
MPR-RI Nomor 5 Tahun 2003 tentang Penugasan Kepada Pimpinan MPR-RI oleh
Presiden, DPR, BPK, MA pada Sidang Tahunan MPR-RI Tahun 2003; dan Pidato
Politik Awal Tahun Presiden RI tanggal 31 Januari 2007.
d. Landasan Hukum, diantaranya Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1958 tentang
Penghapusan Tanah-tanah Partikelir
(Lembaran Negara RI Tahun 1958 Nomor
2, Tambahan Lembaran Negra RI Nomor 1517);
Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2004 tentang Perkebunan (Lembar
Negara RI Tahun 2004 Nomor 85,
Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4411);
Undang-Undang Nomor 26
tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor
68, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor
4725), dan lain sebagainya.
E. Subyek dan Obyek dari Reforma
Agraria
Pada dasarnya subyek Reforma Agraria
adalah penduduk miskin di pedesaan baik petani, nelayan maupun non-petani/nelayan.
Penduduk miskin dalam kategori ini dapat dimulai dari yang di dalam lokasi
ataupun yang terdekat dengan lokasi, dan dibuka kemungkinan untuk melibatkan
kaum miskin dari daerah lain. Program Reforma Agraria yang dicanangkan
pemerintah merupakan suatu program yang terdiri dari kegiatan-kegiatan
pengembangan kapasitas subyek Reforma Agraria (petani miskin). Pengembangan
kapasitas subyek Reforma Agraria dapat diartikan sebagai upaya meningkatkan
kemampuan masyarakat untuk dapat mengatasi keterbatasan yang membatasi
kesempatan hidup mereka, sehingga memperoleh hak yang sama. Melalui
pengembangan kapasitas, masyarakat akan lebih mandiri dalam meningkatkan
kualitas hidup dan kesejahteraannya.
Sedangkan yang menjadi obyek dari
Reforma Agraria yaitu tanah. Tanah merupakan komponen dasar dalam Reforma Agraria.
Pada dasarnya tanah yang ditetapkan sebagai obyek Reforma Agraria adalah
tanah-tanah Negara dari berbagai sumber yang menurut peraturan
perundang-undangan dapat dijadikan sebagi obyek Reforma Agraria. Sesuai dengan
tahapan perencanaan luas tanah yang dibutuhkan untuk menunjang Reforma Agraria,
maka luas kebutuhan tanah obyek Reforma Agraria dalam kurun waktu 2007-2014
adalah seluas 9,25 juta Ha.
F. Reforma Agraria terhadap
Kesejahteraan Petani
Berbagai upaya perbaikan dan
peningkatan dalam bidang agraria, yaitu tercapainya keadilan sosial dan
kesejahteraan rakyat Indonesia, terutama petani, masih jauh dari angan-angan
kesejahteraan. Dari tahun ke tahun penguasaan tanah oleh petani semakin menurun.
Di sisi lain penguasaan sumber-sumber agraria meningkat oleh beberapa orang
saja atau pihak dan para pemilik modal, karena didukung oleh berbagai
undang-undang sektoral baik pada bidang perkebunan, kehutanan, pertambangan,
kelautan, dan sebagainya. Dan di sisi lain, konflik agraria terus terjadi di
berbagai wilayah di Indonesia.
Saat ini Program Reforma Agraria
kurang berhasil mengatasi kemiskinan, terutama untuk petani. Seperti konflik
yang terjadi di Mesuji dan pertambangan di Bima, itu pun dua dari 163 kasus agraria
yang terjadi selama tahun 2011 lalu. Hal itu terjadi karena masyarakat yang ada
di daerah tersebut merasa khawatir eksplorasi tambang emas di atas tanah
masyarakat itu akan mengganggu mata pencaharian mereka.
Dan selama ini pemerintah belum
menjalankan Program Reforma Agraria (landreform)
dengan sebagaimana semestinya yang telah menjadi mandat TAP MPR No. 9 Tahun
2001. Undang-undang Pokok Agraria yang sebagai hukum agraria nasional masih
hanya sebatas kebijakan di atas kertas. Belum ada usaha secara konsisten dan
signifikan untuk mengimplementasikan isi dari undang-undang tersebut. Sehingga
masih banyak persoalan agraria yang masih terkatung-katung tidak ada penjelasan
secara hukum yang terutamanya kaum tani di pedesaan atas pemilikan dan
penguasaan tanah yang adil dan mensejahterakan kehidupan mereka.
Secara rasional Program Reforma Agraria
akan memberikan pengaruh terhadap laju tingkat kesejahteraan masyarakat yang
mendapatkannya. Reforma Agraria merupakan agenda
bangsa yang diharapkan dapat memberikan titik terang untuk terwujudnya keadilan
sosial dan tercapainya kesejahteraan masyarakat serta diharapkan dapat membantu
masyarakat miskin (sebagian besar petani) beranjak dari keterpurukan ekonomi
menuju kehidupan yang layak dan lebih sejahtera.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang ada di dalam makalah ini, dapat disimpulkan bahwa
reforma agraria atau sering kita sebut dengan pembaruan agraria (landreform) yang ada di Indonesia saat
ini belum berjalan dengan baik dalam perkembangannya. Terutamanya reforma
agraria terhadap kesejahteraan para petani yang ada di Indonesia.
Masih banyak masyarakat Indonesia
(terutama petani pedesaan) yang belum jelas pemilikan dan penguasaan atas tanah
mereka. Dan hal itu karena pemerintah sampai saat ini belum mengimplementasikan
Program Reforma Agraria dengan sebagaimana mestinya. Sehingga masih banyak konflik-konflik
agraria yang terjadi di Indonesia di kalangan masyarakat yang masih
terkatung-katung belum ada penjelasannya.
B. Saran
Pembaruan
agraria (landrefom) seharusnya segera
diimplementasikan untuk mengatasi konflik-konflik agraria yang ada di
Indonesia, terutama di kalangan petani. Banyak pihak menilai bahwa pembaruan
dan reformasi agraria belum bisa menjadi jalan keluar atas konflik